Pages

Welcome Myspace Comments




Senin

TEMAN


Teman

Rasa ini tak ubahnya seperti langit masam nan garang
Masa itu telah berlalu, namun selalu saja itu yang aku ingat
Yang lalu itu memang indah, terlalu indah hingga habis waktu ku untuk memikirkannya
Yang lalu itu begitu melekat, menempel hingga ke tulang rusuk

Sekalipun tak mungkin bagi kita,
Dikesendirian aku selalu mempimpikannya kembali,
selalu saja bertanya jauh kedalam lubuk hati
Bertanya, akankah masa itu hadir lagi nanti?
Masa-masa dimana kau tak sungkan dan masih sanggup menyapa ku
Disaat celotehan dan nasehat yang tak henti kau lontarkan hanya untuk ku

Teman, cukuplah kegelapan dan kesepian menjadi kawan legamnya malam,
Karna aku masih disini saat kau berlalu meninggalkan pohon yang mulai berguguran,
Meski aku tau ini semua tak akan mungkin mengembalikan masa kita,

Sekalipun, kau tak mungkin lagi untuk bersua
Aku masih disini bersama semua kenangan yang telah kau lukiskan
Bersama mimpi kita yang selalu kuingat dan selalu kucoba untuk meraihnya
Sekalipun kau tlah pergi dan mungkin akan sangat jarang tuk bersama lagi
Namun dirimu akan selalu abadi dan ku ingat, dihati kecil ini

AKU


AKU
Terlahir sebagai sikecil hati
Aku tumbuh dalam minimnya kasih sayang
Selalu saja berdiam diri dipojokan
Tak ada seorangpun yang ramah untuk datang

Jiwa ini bergemertak
Rongga-rongga nafas seolah menyempit
Dan mulailah rintikan membasahi pipi ini
Setiap ku lihat betapa indahnya dunia luar
Dan ku tatap mesranya kehidupan yang selalu ku impikan

Aku masih dan selalu terenyuh
Setiap aku sadar dan menggumam tentang apa yang selalu aku idamkan
“hanya sebuah keluarga kecil yang diselimuti cinta kasih”
Hal yang sangat lumrah namun begitu tak mungkin bagiku
Hal yang sangat mudah, namun, ketika kulihat kembali,
Betapa tak mungkinnya hal itu dengan kondisiku saat ini.

Aku si kecil hati, terlahir dengan semua kerendahanku
Bernaung dalam istana megah dan menjalani keramaian
Namun, dengan hati yang sengaja KAU biarkan kosong

Kau yang maha mendengar dan melihat
Kuatkan aku dalam kehampaan tak bertepi
Bantu aku hadirkan sekulum senyuman meski nyeri merajam dihati
Ku pastikan tak akan sekalipun aku tak berbaik sangka terhadap MU
Untuk itu rangkul aku selalu dalam indahnya cahaya kasih MU.

Minggu

PAJAK PENGHASILAN PASAL 24


PAJAK PENGHASILAN PASAL 24  

A. Pajak Penghasilan Pasal 24  
Adalah Pajak yang dipungut di luar negeri atas penghasilan wajib pajak di luar negeri.

  • Pajak yang dibayar di luar negeri atas penghasilan luar negeri yang diperoleh wajib pajak dalam negeri (WPDN) boleh dikreditkan dengan pajak yang terutang dalam tahun pajak yang sama, sebesar pajak yang dibayarkan diluar negeri tersebut tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan UU No. 10 Tahun 1994. Untuk itu harus dicari batas maksimum kredit pajak luar negeri (KPLN). . 

B. Batas maksimum kredit pajak luar negeri (KPLN) diambil yang terendah dari ketiga unsur berikut  
1. Jumlah Pajak yang dibayar / terutang di luar negeri
2. Penghasilan Luar Negeri  x  PPh Terutang --> yang biasa digunakan
    Penghasila Kena Pajak
3. Jumlah PPh terutang untuk seluruh penghasilan kena pajak, dalam hal penghasilan kena pajaknya lebih kecil dari penghasilan luar negerinya.

Catatan 
1. Jika Pajak Penghasilan Luar Negeri yang diminta untuk dikreditkan itu ternyata dikembalikan maka jumlah pajak yang terutang menurut undang-undang ini harus ditambah dengan jumlah tersebut pada tahun pengembalian tersebut dilakukan.
2. Jika Penghasilan Luar Negeri berasal dari beberapa negara maka jumlah maksimum KPLN dihitung  untuk masing-masing negara.
3. Untuk kerugian yang diderita di luar negeri tidak diperhitungkan dalam menghitung penghasilan kena pajak. Penghasilan dari Luar Negeri untuk tahun- tahun berikutnya dapat dikompensasikan dengan kerugiaan tersebut.
4. Dalam hal pajak dibayarkan di luar negeri lebih besar dari kredit pajak yang diperkenankan (PPh Pasal 24), maka kelebihan tersebut tidak dapat :

  • Diminta Kembali 
  • Di Kompensasikan 
  • Sebagai Pengurang Penghasilan.  

C. Cara mencari pajak penghasilan pasal 24 yang dapat dikreditkan di dalam negeri  
1. Cari Penghasilan Kena Pajak (PKP)  PKP = PNDN(Penghasilan Netto Dalam Negeri) + PNLN (Penghasilan Netto Luar Negeri)
Catatan :

  • Jika DN (Dalam Negeri) rugi diperhitungkan sebagai pengurang dalam menghitung PKP 
  • Jika LN (Luar Negeri) rugi tidak diperhitungkan sebagai pengurang dalam menghitung PKP (diabaikan) 

2. Cari Pajak Penghasilan Terutang (PPh Terutang) Dari Penghasilan Kena Pajak (PKP)
3. Cari Pajak yang telah dibayar di Luar Negeri (%Pjk yang dikenakan di Luar Negeri x Besarnya penghasilan di Luar Negeri)
4. Cari Kredit Pajak Luar Negeri (KPLN) :
KPLN = Penghasilan Luar Negeri  x  PPh terutang          
               Penghasilan Kena Pajak
5. Bandingkan antara Pajak yang telah dibayar di Luar Negeri (poin 3) dengan kredit Pajak Luar Negeri (poin 4), lalu pilih yang terendah.
6. Jumlahkan poin 5 untuk mencari besarnya PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan.    

Catatan : Jika PKP < PNLN dicari sampai langkah ke dua.


Contoh Kasus  
PT.  Seventeen yang berlokasi di Jakarta, selama tahun 2009memperoleh penghasilan baik dari usahanya dari dalam negeri ataupun beberapa cabangnya yang berada di luar negeri. Penghasilan Netto dari dalam negeri Rp 150.000.000.000 sedangkan usahanya di luar negeri, seperti Jepang memperoleh penghasilan Rp 300.000.000 dan di Korea memperoleh penghasilan Rp 400.000.000 sedangkan di China mengalami rugi Rp 100.000.000. Pajak yang telah dibayar diluar negeri sebesar 25% untuk Jepang, 30% untuk Korea dan 20% untuk China. Berapa PPh Pasal 24 yang diperkenankan untuk dikreditkan dengan pajak penghasilan yang harus dibayar di dalam negeri?

Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 24 yang dapat dikreditkan di dalam negeri.

1. Mencari Penghasilan Kena Pajak (PKP) :
Penghasilan Neto Dalan Negeri                                                Rp 150.000.000
Penghasilan Neto Luar Negeri  Jepang   Rp 300.000.000
                                                Korea   Rp 400.000.000
Jumlah Penghasilan Neto Luar Negeri                                       Rp 700.000.000 +
Penghasilan Kena Pajak (PKP)                                                 Rp 850.000.000

2. Mencari Pajak Penghasilan Terutang dari jumlah PKP Sebesar Rp 850.000.000 : 
28% x Rp 850.000.000 = Rp     238.000.000

3. Mencari Pajak Yang Telah Dibayar Atas Penghasilan Di Luar Negeri : 

  • Jepang : 25% x 300.000.000 = Rp   75.000.000 
  • Korea : 30% x 400.000.000 = Rp 120.000.000  


4. Mencari Kredit Pajak Luar Negeri (KPLN) : 

  • KPLN Jepang : 300.000.000 / 850.000.000 x 238.000.000 = Rp 84.000.000 
  • KPLN Korea : 400.000.000 / 850.000.000 x 238.000.000 = Rp 112.000.000  

5. PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan di Indonesia atas penghasilan di Jepang sebesar :  Rp 75.000.000 (Pilih yang terendah)
PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan di Indonesia atas penghasilan di Korea sebesar :
Rp 112.000.000 (Pilih yang terendah)

6. Jumlah PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan di dalam negeri : 
Rp 75.000.000 + Rp 112.000.000 = Rp 187.000.000

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22


PAJAK PENGHASILAN PASAL 22  

A. Pengertian PPh Pasal 22 
Pajak yang dipungut atas penyerahan barang / jasa, impor dan bidang usaha lain.
B. Pemungut PPh Pasal 22 
1.   Dirjen Anggaran, Bendaharawan Pemerintah (Pusat dan daerah) BUMN & BUMD yang melakukan pembayaran atas pembelian barang dan dananya berasal dari belanja negara dan / atau daerah.  

PPh Pasal 22 = 1,5 % x Harga Pembelian  

Mekanisme Pemungutan :

  • PPh Pasal 22 disetor oleh pemungut menggunakan SSP atas nama Wajib Pajak yang dipungut (penjual). 
  • PPh Pasal 22 tersebut harus disetor oleh pemungut pada hari yang sama saat pembayaran dengan menggunakan SSP atas nama Wajib Pajak yang dipungut (penjual). Pemungut juga wajib melaporkan atas seluruh pemungutan yang dilakukan paling lambat 14 hari sejak masa pajak berakhir.  

2.   Bank devisa dan Direktorat Jendral Bea dan Cukai atas barang impor.              
Subjek PPh Pasal 22 Impor : Setiap Wajib Pajak yang melakukan impor, kecuali yang mendapat fasilitas pembebasan (memperoleh surat keterangan bebas).

 Tarif PPh Pasal 22 Impor :

  • Yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 2,5% dari Nilai Impor.      

PPh Pasal 22 = 2,5 % x Nilai Impor 

  • Yang tidak menggunakan API, sebesar 7,5% dari Nilai Impor.     

PPh Pasal 22 = 7,5 % x Nilai Impor

  • Yang tidak dikuasai 7,5% dari Harga Jual Lelang.      

PPh Pasal 22 = 7,5 % x Harga Jual Lelang 
 
Catatan : 
Nilai Impor: 
Nilai Impor adalah : Nilai yang berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk yaitu Cost Insurance and Freight (CIF) ditambahkan dengan Bea Masuk dan Pungutan Lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang–undangan pabean bidang Impor. Untuk menghitung Nilai Impor digunakan Kurs berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan.

Tidak Dikenakan PPh Pasal 22: 

  • Impor barang / penyerahan barang di dalam negeri yang berdasarkan peraturan perundang – undangan tidak terutang pajak penghasilan. 
  • Impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai, yaitu terdiri dari (dilaksanakan oleh DJBC), contoh : Barang perwakilan negara asing dan pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik. 
  • Impor sementara yang semata–mata untuk diekspor kembali (dilaksanakan oleh DJB). 
  • Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000 dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah–pecah (tanpa SKB). 
  • Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum / PDAM dan benda–benda pos (tanpa SKB).  

Saat Terutangnya Pajak : 

  • Pajak penghasilan Pasal 22 atas impor barang terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk : dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka Pajak Penghasilan Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuaan Impor Barang (PIB). 
  • Dirjen Bea dan Cukai akan menghitung dan menetapkan PPh Pasal 22 atas impor yang dilakukan oleh importir, kecuali bagi yang mendapatkan fasilitas pembebasan. 
  • Atas perhitungan tersebut importir membayar PPh Pasal 22 ke Bank Persepsi. SSP yang diterima merupakan Kredit Pajak diakhir Tahun Pajak. 
  • Mulai tahun 2003 setoran Pajak dan Bea Cukai bisa dijadikan satu (digabung) dengan menggunakan SSPBC (Surat Setoran Pajak dan Bea Cukai).  

3. Badan Usaha Lainnya Atas Penyerahan Produk–Produk Tertentu :

  • Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri Semen, Rokok, Industri Kertas, Industri Baja, dan Industri Otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri. 
  • Pertamina serta badan usaha lainnya yang bergerak dalam bidang bahan bakar minyak jenis premix, super TT dan gas atas penjualan hasil produksinya. 
  • Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan,  perkebunan, dan perikanan yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas pembeliaan bahan– bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.  

Tarif PPh Pasal 22

No Transaksi / Objek Besarnya Pungutan Pemungut / Penyetor Sf


  • Penjualan barang kepada pemerintah yang dibayar dengan APBN /APBD 1.5 % x Harga Jual Bendaharawan Pem, Ditjen Anggaran, BUMN / BIMD TF 
  • Impor dengan API / Non API 2.5% / 7.5% x Nilai Impor Bank Devisa, DJBC TF 
  • Penjualan Kertas di Dalam Negeri oleh industri Kertas 0.10 % x DPP PPN Industri Kertas TF 
  • Penjualan Semen di Dalam Negeri oleh industri Semen 0.25 % x DPP PPN Industri Semen TF 
  • Penjualan Baja di Dalam Negeri oleh industri Baja 0.3 % x DPP PPN Industri Baja TF
  • Penjualan Otomotif oleh industri otomotif termasuk ATPM, APM importir kendaraan umum dalam negeri 0.45 % x DPP PPN Industri Otomotif termasuk ATPM, APM importir kendaraan umum TF
  • Penjualan Rokok di Dalam Negeri oleh industri Rokok 0.15 x Harga Banderol Industri Rokok F
  • Penjualan Premium, Solar Premix, Super TT oleh Pertamina kepada SPBU Swasta / Pertamina 0.3 % / 0.25 % x Penjualan Pertamina F
  • Penjualan Minyak Tanah / Gas LPG, Pelumas 0.3 % x Penjualan Pertamina F 
  • Penjualan Barang kepada BI, BPPN, BULOG, TELKOM, PLN, PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau Steel, Pertamina, dan Bank BUMN yang dibayar dengan APBN maupun non-APBN.  1.5 % x Harga Jual BI, BPPN, BULOG , TELKOM, PLN, PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau Steel, Pertamina, dan Bank BUMN TF 
  • Pembelian bahan–bahan untuk kebutuhan industri / ekspor dari pedagang pengumpul oleh industri & eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian dan perikanan. 1.5% x Harga Beli Industri Eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian dan perikanan yang ditunjuk KPP  TF 



PAJAK PENGHASILAN PASAL 21


A. Pajak Penghasilan Pasal 21  
Adalah pajak penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi, yaitu pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 Undang-Undang No 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 17 tahun 2000.

B. PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

  • Pemberi kerja terdiri dari orang pribadi atau badan, baik induk maupun cabang. 
  • Bendaharawan Pemerintah, termasuk bendaharawan pada pemerintah pusat, pemerintah daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga lainnya dan Kedutaan Besar RI di luar negeri yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan. 
  • Dana pensiun, Badan Penyelenggara JAMSOSTEK, serta badan-badan lain yang membayar uang pensiun, Tabungan Hari Tua atau Tunjangan Hari Tua (THT). 
  • Yayasan, Lembaga, Perhimpunan, Organisasi dalam segala bidang kegiatan. 
  • BUMN / BUMD, Perusahaan / badan  pemberi imbalan kepada wajib pajak luar negeri.  

C. DIKECUALIKAN SEBAGAI PEMOTONG PAJAK (PPh Pasal 21)

  • Badan perwakilan negara asing dengan asas timbal balik memberikan perlakuan yang sama bagi perwakilan Indonesia di negara tersebut. 
  • Organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan sebagai contoh IMF, ILO dan lain sebagainya.  

D. WAJIB PAJAK PPh Pasal 21 

  • Pegawai, Karyawan Tetap, Komisaris, dan Pengurus 
  • Pegawai Lepas 
  • Penerima Pensiun, yaitu orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima atau memperoleh imbalan untuk pekerjaan yang dilakukan di masa lalu. 
  • Penerima Honorarium, yaitu orang pribadi yang menerima atau memperoleh imbalan sehubungan dengan jasa, jabatan atau kegiatan yang dilakukannya; 
  • Komisi atau imbalan lainya, Uang saku, Beasiswa atau Hadiah 
  • Penerima Upah harian, mingguan, borongan, satuan.  

Catatan :  
PPh Pasal 21 dipotong atas penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (WPDN), yaitu WNI dan WNA yang tinggal di Indonesia > 183 hari.
Sedangkan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Luar Negeri (WPLN) dipotong PPh Pasal 26.

E. YANG TIDAK TERMAKSUD WAJIB PAJAK PPh Pasal 21 

  • Pejabat perwakilan diplomatik atau pejabat negara asing, Konsulat. 
  • Orang-orang yang diperbantukan kepada pejabat tersebut yang bekerja dan bertempat tinggal bersama mereka. 
  • Pejabat perwakilan organisasi internasional dengan keputusan Menteri Keuangan dengan syarat :
  • a) Bukan warga negara Indonesia. b) Tidak menerima / memperoleh penghasilan lain diluar jabatannya di Indonesia. c) Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.  

F. PENGHASILAN YANG DIPOTONG PPh Pasal 21 (Obyek PPh Pasal 21) 

1. Penghasilan teratur, terdiri dari : 

  • Gaji, Upah, Honorarium 
  • Uang Pensiun Bulanan 
  • Premi Asuransi Bulanan yang dibayarkan oleh pemberi kerja 
  • Tunjangan-tunjangan 
  • Hadiah, Beasiswa 
  • Uang lembur, uang sokongan, uang tunggu 
  • Penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun.  

2. Penghasilan Tidak Teratur, terdiri dari : 

  • Bonus, diberikan dengan maksud untuk memotivasi kerja karyawan 
  • Gratifikasi, sejumlah uang yang diberikan kepada komisaris atas jasanya 
  • Tantiem, diberikan pada saat perusahaan mendapat laba 
  • Jasa Produksi 
  • Tunjangan Hari Raya, Tunjangan Cuti 
  • Premi Tahunan 
  • Penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak teratur.  

3. Penerima upah terdiri dari :

  • Upah Harian  
  • Upah Mingguan 
  • Upah Satuan 
  • Upah Borongan  

4. Penghasilan yang bersifat Final, terdiri dari : 

  • Tenaga ahli seperti pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan 
  • Pemain musik, MC, penyanyi, bintang film, pelukis, pemahat, crew film 
  • Olahragawan 
  • Penasehat, pengajar, pelatih, penceramah, moderator, dll 
  • Agen iklan 
  • Peserta perlombaan 
  • Petugas dinas luar asuransi 
  • Petugas penjaja barang dagangan (sales) 
  • Peserta pendidikan, pelatihan dan pemagangan bukan pegawai atau bukan sebagai calon pegawai;
  • Distributor perusahaan MLM direct selling.  

G. YANG TIDAK TERMAKSUD PENGHASILAN YANG DIPOTONG PPh Pasal 21 

  1. Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi beasiswa; 
  2. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan kecuali, penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 termaksud pula penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan  lainnya dengan bentuk apapun yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak; 
  3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan dan penyelenggara Taspen dan Jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja; 
  4. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.  

H. PENGURANG PENGHASILAN BRUTO 

  1. Untuk  menentukan berapa besarnya penghasilan netto pegawai tetap, maka penghasilan bruto dikurangai : Biaya Jabatan, yang besarnya 5% dari penghasilan bruto, dengan jumlah maksimum yang diperkenankan Rp 1.296.000 setahun atau Rp 108.000 sebulan. 
  2. Iuran yang terkait dengan Gaji yang dibayar oleh pegawai kepada badan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan dan badan penyelenggara Tabungan Hari Tua (THT), atau Jaminan Hari Tua (JHT), yang dipersamakan dengan dana pensiun. 

PAJAK PENGHASILAN


PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN  

A. UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh) yang telah diubah dengan Undang-Undang  Nomor 10 Tahun 1994 dan terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 mengatur mengenai Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan. Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak (Pasal 1).

B. Penghasilan dapat dikelompokan menjadi 4 kelompok, yaitu : 
1. Penghasilan dari pekerjaan, jasa dan kegiatan
2. Penghasilan dari usaha dan kegiatan
3. Penghasilan dari modal, jasa dan sewa atau penggunaan harta
4. Penghasilan lain-lain

C. SUBJEK PAJAK PENGHASILAN (Pasal 2) 
Subjek Pajak Penghasilan terdiri dari Subjek Pajak Dalam Negeri (Orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan) dan Subjek Pajak Luar Negeri (Orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan), yang meliputi :

  • Orang Pribadi  
  • Warisan Yang Belum Terbagi 
  • Badan 
  • Bentuk Usaha Tetap  

D. TIDAK TERMASUK SUBJEK PAJAK PENGHASILAN (Pasal 3) 

  • Badan Perwakilan Negara Asing
  • Pejabat-Pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain diluar jabatan atau pekerjaannya, serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik. 
  • Organisasi Internasional yang ditetapkan Menteri Keuangan, dengan syarat : 1. Indonesia menjadi anggota tersebut. 2. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia. 
  • Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasioanal yang ditetapkan Menteri Keuangan dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.  

E. PENGHASILAN YANG TERMASUK KEDALAM OBJEK PAJAK PENGHASILAN (Pasal 4 ayat 1) 

  • Gaji, Upah, Honorarium, Komisi, Bonus, Uang Pensiun 
  • Hadiah dari undian dan penghargaan 
  • Laba Usaha 
  • Keuntungan dari penjualan atau pengalihan harta  
  • Penerimaan kembali dari pembayaran pajak 
  • Bunga, Royalti, Sewa 
  • Deviden yang diterima wajib pajak pribadi, Firma dan CV
  • Keuntungan karena pembebasan utang 
  • Selisih kurs mata uang asing 
  • Premi Asuransi  

F. PENGHASILAN YANG TIDAK TERMASUK KEDALAM OBJEK PAJAK PENGHASILAN  (Pasal 4 ayat 3)

  • Bantuan / Sumbangan, Harta Hibahan 
  • Warisan yang sudah dibagikan 
  • Natura / Kenikmatan dalam bentuk fasilitas 
  • Penggantian dari perusahaan asuransi 
  • Deviden yang diterima PT sebagai WPDN, Koperasi, Yayasan, BUMN / BUMD  

G. PENGHASILAN KENA PAJAK / PKP (Pasal 6) 
Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN), pada dasarnya terdapat 2 (dua) cara untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak, yaitu :
1. Cara biasa (Cara Pembukuan), yaitu penghasilan bruto dikurangi dengan biaya- biaya yang diperkenankan antara lain :

  • Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan. 
  • Biaya Penyusutan dan Amortisasi. 
  • Iuran kepada dana Pensiun yang pendiriannya disahkan oleh Menteri Keuangan. 
  • Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta. 
  • Kerugian karena selisih kurs mata uang asing. 
  • Natura di daerah tertentu. 
  • Biaya lain, seperti biaya perjalanan, biaya administrasi, biaya litbang yang dilakukan di Indonesia, magang, dan pelatihan. 

 2. Dengan Norma Penghasilan Neto
Besarnya porsentase norma ditentukan berdasarkan keputusan dirjen pajak, norma perhitungan penghasilan neto boleh digunakan wajib pajak yang peredaran brutonya kurang dari Rp 1.800.000.000 setahun.

H. PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK / PTKP (Pasal 7) 
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) merupakan pengurang penghasilan neto, yang hanya diberikan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) sebagai WPDN. Besarnya PTKP yang berlaku mulai tahun 2006 adalah :  

  1. Untuk Wajib Pajak Sendiri Rp 15.840.000 
  2. Tambahan Untuk Wajib Pajak Kawin Rp   1.320.000 
  3. Tambahan untuk istri yang penghasilannya digabung dengan suami Rp 15.840.000
  4. Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah, semenda dalam garis keturunan lurus (vertikal), serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang Rp   1.320.000 Rp    110.000  

Catatan :

  • Dalam hal karyawati kawin (bekerja pada satu pemberi kerja), PTKP yang dikurangkan adalah hanya untuk dirinya sendiri (asumsi suami memiliki penghasilan). 
  • Dalam hal tidak kawin pengurang PTKP selain untuk dirinya ditambah dengan PTKP yang menjadi tanggungan sepenuhnya yaitu untuk setiap anggota sedarah, semenda dalam garis keturunan lurus (vertikal) serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak 3 (tiga) orang yang masing-masing besarnya Rp 1.320.000 setahun atau  Rp 110.000 sebulan. 
  • Bagi karyawati kawin yang menunjukkan keterangan tertulis dari pemerintah daerah setempat (serendah-rendahnya dari kecamatan) bahwa suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan, diberikan tambahan PTKP sebesar Rp 1.320.000 setahun atau Rp 110.000 sebulan, dan ditambah PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungannya, paling banyak 3 (tiga) orang, masing-masing Rp 1.320.000 setahun atau Rp 110.000 sebulan. 
  • Penghitungan besarnya PTKP ditentukan menurut keadaan wajib pajak pada awal tahun pajak atau pada awal bagian tahun pajak.  

Contoh :
1. Wajib Pajak yang bernama Iqbal (K/2), maka cara mendapatkan besarnya PTKP  (K/2) dalam setahun adalah :
(K/2)   (K) status Kawin dan (2) memliki 2  tanggungan
PTKP :
Wajib Pajak sendiri  Rp 15.840.000          
Status Kawin           Rp   1.320.000    
Tanggungan 2 orang Rp   2.640.000   +    
PTKP                      Rp 19.800.000

Untuk tanggungan sebesar Rp 2.640.000 di dapat dari hasil perkalian 2 orang (tanggungan) x Rp 1.320.000. Apabila tanggungan tersebut lebih dari 3 orang maka  yang diperhitungkan hanya 3 orang saja atau bisa kita simpulkan maksimal untuk tanggungan adalah sebesar Rp 3.960.000.

2. Pada tanggal 1 Januari 2009 Wajib Pajak Tn. Firman berstatus kawin dengan tanggungan satu orang anak (K/1), apabila anak yang kedua lahir setelah tanggal 1 Januari 2009, maka besarnya PTKP yang diberikan kepada Wajib Pajak Tn. Firman untuk tahun pajak 2009 tetap dihitung berdasarkan status kawin dengan 1 (satu) orang anak / tanggungan.

I. TARIF PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN  
Dalam Penghitungan Pajak yang harus dipotong / dipungut digunakan tarif pajak :
1. Tarif Progresif
Adalah Tarif pajak yang prosentasenya semakin besar apabila penghasilannya juga semakin besar. Dasar pengenaan sesuai dengan Undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 17 Tahun 2000 (Pasal 17) yaitu dengan lapisan-lapisan pengenaan pajak penghasilan sebagai berikut :

a. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi

  • Sampai dengan Rp 50.000.000 5%
  • Diatas Rp 50.000.000 s/d Rp 250.000.000 15% 
  • Diatas Rp 250.000.000 s/d Rp 500.000.000 25% 
  • Diatas Rp 500.000.000  30%  

b. Untuk Wajib Pajak Badan

  • Tarif tunggal 28% pada tahun 2009.  

J. CARA MENGHITUNG PAJAK PENGHASILAN
1. Cara Biasa (Cara Pembukuan)

a. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi

Peredaran Usaha                                    Rp XXX
Harga Pokok Penjualan                          Rp XXX  -
Penghasilan Bruto                                   Rp XXX
Biaya yang diperkenankan                      Rp XXX  -
Penghasilan Neto Usaha                         Rp XXX
Penghasilan Lain-lain                               Rp XXX  +
Penghasilan Netto Dalam Negeri             Rp XXX
Penghasilan Netto Luar Negeri                Rp XXX  +
Penghasilan Netto                                    Rp XXX
Kompensasi Kerugian (Max 5 Thn)         Rp XXX  -
Penghasilan Netto setelah Kompensasi     Rp XXX
PTKP                                                     Rp XXX  -
PKP                                                       Rp XXX  

PPh Terutang : PKP x Tarif Pasal 17

b. Untuk Wajib Pajak Badan

Peredaran Usaha                                       Rp XXX
Harga Pokok Penjualan                             Rp XXX  -
Penghasilan Bruto                                      Rp XXX
Biaya yang diperkenankan                         Rp XXX  -
Penghasilan Neto Usaha                            Rp XXX
Penghasilan Lain-lain                                 Rp XXX  +
Penghasilan Netto Dalam Negeri               Rp XXX
Penghasilan Netto Luar Negeri                  Rp XXX  +
Penghasilan Netto                                     Rp XXX
Kompensasi Kerugian (Max 5 Thn)           Rp XXX  -
PKP                                                         Rp XXX
 
PPh Terutang : PKP x Tarif Pasal 17

DASAR-DASAR PERPAJAKAN


Pengertian
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbale (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Fungsi Pajak
Funsi pajak ada 2 yaitu :
1. Fungsi Budgetair
Yaitu pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.
2. Fungsi Mengatur (regulered)
Yaitu pajak sebagai alat untuk melaksanakan kebijaksanaan pemerintah.
Syarat Pemungutan Pajak
1. Harus adil (syarat keadilan)
2. Berdasarkan undang-undang (syarat yuridis)
3. Tidak mengganggu perkonomian (syarat ekonomis)
4. Harus efisien (syarat finansiil)
5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Hukum Pajak
1. Hukum pajak materiil
Memuat norma-norma yang menerangkan objek pajak, subjek, tariff dll.
2. Hukum pajak formil
Cara melaksanakn hokum pajak materiil, missal : KUP.
Pengelompokkan Pajak
1. Menurut golongannya
a. Pajak langsung
Yaitu pajak yang ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain.
b. Pajak tidak langsung
Yaitu pajak yang dapat dilimpahkan kepada orang lain.
2. Menurut sifatntya
a. Pajak subyektif
Yaitu pajak yang berpangkal pada subjeknya.
b. Pajak obyektif
Yaitu pajak yang berpangkal pada obyeknya tanpa memperhatikan keadaan wajib pajak.
3. Menurut Lembaga Pemungutnya
a. Pajak pusat
Yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat.
b. Pajak daerah

Yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah.
Asas pemungutan pajak menurut pendapat para ahli

Untuk dapat mencapai tujuan dari pemungutan pajak, beberapa ahli yang mengemukakan tentang asas pemungutan pajak, antara lain:

1. Menurut Adam Smith dalam bukunya Wealth of Nations dengan ajaran yang terkenal “The Four Maxims”, asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut.

Asas Equality (asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan): pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak.

Asas Certainty (asas kepastian hukum): semua pungutan pajak harus berdasarkan UU, sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum.

Asas Convinience of Payment (asas pemungutan pajak yang tepat waktu atau asas kesenangan): pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib pajak (saat yang paling baik), misalnya disaat wajib pajak baru menerima penghasilannya atau disaat wajib pajak menerima hadiah.

Asas Effeciency (asas efesien atau asas ekonomis): biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak.

2. Menurut W.J. Langen, asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut.

Asas daya pikul: besar kecilnya pajak yang dipungut harus berdasarkan besar kecilnya penghasilan wajib pajak. Semakin tinggi penghasilan maka semakin tinggi pajak yang dibebankan.

Asas manfaat: pajak yang dipungut oleh negara harus digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk kepentingan umum.

Asas kesejahteraan: pajak yang dipungut oleh negara digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Asas kesamaan: dalam kondisi yang sama antara wajib pajak yang satu dengan yang lain harus dikenakan pajak dalam jumlah yang sama (diperlakukan sama).

Asas beban yang sekecil-kecilnya: pemungutan pajak diusahakan sekecil-kecilnya (serendah-rendahnya) jika dibandinglan sengan nilai obyek pajak. Sehingga tidak memberatkan para wajib pajak.

3. Menurut Adolf Wagner, asas pemungutan pahak adalah sebagai berikut.

Asas politik finalsial : pajak yang dipungut negara jumlahnya memadadi sehingga dapat membiayai atau mendorong semua kegiatan negara

Asas ekonomi: penentuan obyek pajak harus tepat Misalnya: pajak pendapatan, pajak untuk barang-barang mewah

Asas keadilan yaitu pungutan pajak berlaku secara umum tanpa diskriminasi, untuk kondisi yang sama diperlakukan sama pula.

Asas administrasi: menyangkut masalah kepastian perpajakan (kapan, dimana harus membayar pajak), keluwesan penagihan (bagaimana cara membayarnya) dan besarnya biaya pajak.

Asas yuridis segala pungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang.

Asas Pengenaan Pajak

Agar negara dapat mengenakan pajak kepada warganya atau kepada orang pribadi atau badan lain yang bukan warganya, tetapi mempunyai keterkaitan dengan negara tersebut, tentu saja harus ada ketentuan-ketentuan yang mengaturnya.

Sebagai contoh di Indonesia, secara tegas dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa segala pajak untuk keuangan negara ditetapkan berdasarkan undang-undang. Untuk dapat menyusun suatu undang-undang perpajakan, diperlukan asas-asas atau dasar-dasar yang akan dijadikan landasan oleh negara untuk mengenakan pajak.

Terdapat beberapa asas yang dapat dipakai oleh negara sebagai asas dalam menentukan wewenangnya untuk mengenakan pajak, khususnya untuk pengenaan pajak penghasilan. Asas utama yang paling sering digunakan oleh negara sebagai landasan untuk mengenakan pajak adalah:

Asas domisili atau disebut juga asas kependudukan (domicile/residence principle), berdasarkan asas ini negara akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan, apabila untuk kepentingan perpajakan, orang pribadi tersebut merupakan penduduk (resident) atau berdomisili di negara itu atau apabila badan yang bersangkutan berkedudukan di negara itu. 

Dalam kaitan ini, tidak dipersoalkan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak itu berasal. Itulah sebabnya bagi negara yang menganut asas ini, dalam sistem pengenaan pajak terhadap penduduk-nya akan menggabungkan asas domisili (kependudukan) dengan konsep pengenaan pajak atas penghasilan baik yang diperoleh di negara itu maupun penghasilan yang diperoleh di luar negeri (world-wide income concept).

Asas sumber, Negara yang menganut asas sumber akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan hanya apabila penghasilan yang akan dikenakan pajak itu diperoleh atau diterima oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan dari sumber-sumber yang berada di negara itu. 

Dalam asas ini, tidak menjadi persoalan mengenai siapa dan apa status dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan tersebut sebab yang menjadi landasan penge¬naan pajak adalah objek pajak yang timbul atau berasal dari negara itu. Contoh: Tenaga kerja asing bekerja di Indonesia maka dari penghasilan yang didapat di Indonesia akan dikenakan pajak oleh pemerintah Indonesia.

Asas kebangsaan atau asas nasionalitas atau disebut juga asas kewarganegaraan (nationality/citizenship principle).Dalam asas ini, yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah status kewarganegaraan dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan. 

Berdasarkan asas ini, tidaklah menjadi persoalan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak berasal. Seperti halnya dalam asas domisili, sistem pengenaan pajak berdasarkan asas nasionalitas ini dilakukan dengan cara mengga¬bungkan asas nasionalitas dengan konsep pengenaan pajak atas world wide income.

Terdapat beberapa perbedaan prinsipil antara asas domisili atau kependudukan dan asas nasionalitas atau kewarganegaraan di satu pihak, dengan asas sumber di pihak lainnya. Pertama, pada kedua asas yang disebut pertama, kriteria yang dijadikan landasan kewenangan negara untuk mengenakan pajak adalah status subjek yang akan dikenakan pajak, yaitu apakah yang bersangkutan berstatus sebagai penduduk atau berdomisili (dalam asas domisili) atau berstatus sebagai warga negara (dalam asas nasionalitas). 

Di sini, asal muasal penghasilan yang menjadi objek pajak tidaklah begitu penting. Sementara itu, pada asas sumber, yang menjadi landasannya adalah status objeknya, yaitu apakah objek yang akan dikenakan pajak bersumber dari negara itu atau tidak. Status dari orang atau badan yang memperoleh atau menerima penghasilan tidak begitu penting. 

Kedua, pada kedua asas yang disebut pertama, pajak akan dikenakan terhadap penghasilan yang diperoleh di mana saja (world-wide income), sedangkan pada asas sumber, penghasilan yang dapat dikenakan pajak hanya terbatas pada penghasilan-penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber yang ada di negara yang bersangkutan.

Kebanyakan negara, tidak hanya mengadopsi salah satu asas saja, tetapi mengadopsi lebih dari satu asas, bisa gabungan asas domisili dengan asas sumber, gabungan asas nasionalitas dengan asas sumber, bahkan bisa gabungan ketiganya sekaligus.

Indonesia, dari ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, khususnya yang mengatur mengenai subjek pajak dan objek pajak, dapat disimpulkan bahwa Indonesia menganut asas domisili dan asas sumber sekaligus dalam sistem perpajakannya. Indonesia juga menganut asas kewarganegaraan yang parsial, yaitu khusus dalam ketentuan yang mengatur mengenai pengecualian subjek pajak untuk orang pribadi.

Jepang, misalnya untuk individu yang merupakan penduduk (resident individual) menggunakan asas domisili, di mana berdasarkan asas ini seorang penduduk Jepang berkewajiban membayar pajak penghasilan atas keseluruhan penghasilan yang diperolehnya, baik yang diperoleh di Jepang maupun di luar Jepang. 

Sementara itu, untuk yang bukan penduduk (non-resident) Jepang, dan badan-badan usaha luar negeri berkewajiban untuk membayar pajak penghasilan atas setiap penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber di Jepang.

Australia, untuk semua badan usaha milik negara maupun swasta yang berkedudukan di Australia, dikenakan pajak atas seluruh penghasilan yang diperoleh dari seluruh sumber penghasilan. Semen¬tara itu, untuk badan usaha luar negeri, hanya dikenakan pajak atas penghasilan dari sumber yang ada di Australia.


KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN   

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan diatur dalam Undang - Undang No.28 tahun 2007 yaitu perubahan ketiga atas Undang-Undang No.16 tahun 2000

A. KETENTUAN UMUM (Pasal 1 UU No. 28 Tahun 2007) 

  1. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 
  2. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 
  3. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.   
  4. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean. 
  5. Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya. 
  6. Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. 
  7. Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini. 
  8. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender. 
  9. Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) Tahun Pajak. 
  10. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 
  11. Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 
  12. Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak. 
  13. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.   
  14. Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. 
  15. Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar. 
  16. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar. 
  17. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan 
  18. Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. 
  19. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang. 
  20. Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.  
  21. Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. 
  22. Kredit Pajak untuk Pajak Penghasilan adalah pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak ditambah dengan pokok pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak karena Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar, ditambah dengan pajak yang dipotong atau dipungut, ditambah dengan pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri, dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak, yang dikurangkan dari pajak yang terutang.
  23. Kredit Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan setelah dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak atau setelah dikurangi dengan pajak yang telah dikompensasikan, yang dikurangkan dari pajak yang terutang. 
  24. Pekerjaan bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja. 
  25. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  26. Bukti Permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan, tulisan, atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. 
  27. Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan. 
  28. Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  29. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut. 
  30. Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan penghitungannya. 
  31. Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya. 
  32. Penyidik adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 
  33. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak,  Surat  Keputusan  Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, atau Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga. 
  34. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.
  35. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak. 
  36. Putusan Gugatan adalah putusan badan peradilan pajak atas gugatan terhadap hal- hal yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dapat diajukan gugatan.
  37. Putusan Peninjauan Kembali adalah putusan Mahkamah Agung atas permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Wajib Pajak atau oleh Direktur Jenderal Pajak terhadap Putusan Banding atau Putusan Gugatan dari badan peradilan pajak. 
  38. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk Wajib Pajak tertentu.
  39. Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga adalah surat keputusan yang menentukan jumlah imbalan bunga yang diberikan kepada Wajib Pajak. 
  40. Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, atau dalam hal disampaikan secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan disampaikan secara langsung. 
  41. Tanggal diterima adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, atau dalam hal diterima secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan diterima secara langsung.  

B. NOMOR POKOK WAJIB PAJAK  

a.   Fungsi NPWP 
Sebagai tanda pengenal / identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan      kewajiban perpajakan.        

b. Format NPWP 
NPWP terdiri dari 15 digit, contoh: 01 . 234 . 456 . 7 . 888 . 000   

c. Siapa Yang Wajib NPWP 
1. Wajib Pajak Orang Pribadi  

  • Yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas 
  • Tidak menjalankan usaha / pekerjaan bebas tapi penghasilan sampai dengan suatu bulan lebih besar dari PTKP   
  • Wanita Kawin Pisah Harta   

2. Wajib Pajak Badan 
3. Wajib Pajak Pemungut atau Pemotong

d. Pendaftaran NPWP 
Berdasarkan sistem self assessment semua Wajib Pajak harus mendaftarkan diri pada Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak untuk langsung dicatat sebagai Wajib Pajak dan sekaligus mendapatkan NPWP.  

e. Penghapusan NPWP dilakukan jika : 
1. Wajib Pajak orang pribadi meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan. 
2. Wanita kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan. 
3. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai Wajib  Pajak. 
4. Wajib Pajak badan yang telah dibubarkan secara resmi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 
5. Bentuk Usaha Tetap yang karena sesuatu hal kehilangaan statusnya sebagai bentuk usaha tetap

Sabtu

Akuntansi Beban Bank


BEBAN BANK

Biaya diakui secara accrual basis, selalu diakui dan dibebankan kedalam perhitungan laba rugi pada saat jatuh waktu tanpa terlebih dahulu menunggu pembayaran. Pembayaran biaya dimuka harus dialokasikan kedalam rekening biaya secara proporsional.

BIAYA BUNGA
Jenis biaya yang paling besar porsinya terhadap biaya bank keseluruhan adalah biaya bunga.

BIAYA VALUTA ASING
Biaya ini lazimnya muncul dari selisih kurs yang merugi. Dalam hal munculnya kerugian selisih kurs baik dari transaksi spot, forward, maupun swap akan dibebankan kedalam laporan laba rugi.
Khusus untuk transaksi forward, kerugian selisih kurs antara tanggal penutupan kontrak dan tanggal realisasi akan diamortisasikan selama jangka waktu kontrak tersebut. Perbedaan kurs antara tanggal neraca dan kurs tunai pada saat terjadinya transaksi valuta berjangka akan diakui sebagai biaya periode berjalan dalam transaksi.

BIAYA OVERHEAD
Ciri-ciri biaya overhead:
a.    Tidak dapat diidentifikasikan secara langsung dengan jasa dihasilkan, karena biaya yang dikeluarkan untuk semua kegiatan bank.
b.    Menjadi beban atau biaya pada periode terjadinya. Tidak ada biaya overhead untuk beberapa periode.
c.    Biaya overhead yang dikeluarkan tidak memberikan manfaat untuk masa yang akan dating.

Jenis-jenis biaya overhead :
Biaya-biaya yang berkaitan dengan pegawai seperti gaji, tunjangan-tunjangan, biaya penyusutan dari aktiva tetap, biaya operasional kantor yang bukan biaya pegawai atau penyusutan dan jenis biaya-biaya lain yang dikeluarkan atau berkaitan dengan periode pelaporan keuangan.

BIAYA PEGAWAI
Contoh:
Apabila Bank Omega cab. Jakarta membayar gaji pegawai sebesar Rp. 200 juta untuk periode bulan desember 19xx, dan membayar tunjangan kesehatan Rp. 50 juta secara tunai, oleh Bank Omega akan dibukukan dengan ayat jurnal sbb:

D: Gaji Pegawai ………………………………………….. Rp. 200.000.000
D: Tunj. Kesehatan ……………………….…………. Rp.    50.000.000
K: Kas ………………………………………………………….. Rp. 250.000.000

BIAYA KEG. KANTOR
Contoh:
Apabila Bank Omega Cab. Jakarta mengeluarkan biaya pengurusan tamu sebesar Rp. 20 juta selama bulan Desember 19xx, biaya listrik dan air sebesar Rp. 45 juta, biaya riset untuk kegiatan marketing periode berjalan Rp. 43 juta, biaya alat tulis kantor Rp. 23 juta. Semua dibayarkan secara tunai.

D: Biaya Entertainment …………………………. Rp.  20.000.000
D: Biaya Listrik & air ……………………………… Rp.  45.000.000
D: Biaya Riset ………………………………………….. Rp.  43.000.000
D: Biaya alat tulis kantor ………………………. Rp.  23.000.000
K: Kas …………………………………………………………. Rp. 131.000.000

·         Khusus untuk biaya riset dapat ditangguhkan dan dialokasikan secara berkala apabila manfaatnya dirasakan lebih dari satu tahun.

BIAYA PENYUSUTAN
Penyusutan merupakan alokasi biaya yg dibebankan kedalam laporan laba rugi menurut criteria atau berdasarkan waktu dengan beberapa pilihan atau metode penyusutan sbb:
a.      Metode garis lurus, dimana besarnya penyusutan dilakukan dengan jumlah yang sama setiap periode.
b.      Metode pembebanan yang menurun, yg terdiri dari:
Metode Sum-of-the-year digits method,
Dimana besarnya penyusutan akan menurun setiap periodenya disbanding dengan periode sebelumnya.

Metode Declining balance method, dimana besarnya penyusutan akan semakin kecil setiap periodenya dan tarip yang dipergunakan adalah dua kali tarip semula.

BIAYA NON OPERASIONAL
Contoh:
Apabila Bank Omega cab. Jakarta menjual inventaris kantor secara lelang karena sudah habis umur ekonomisnya dengan harga Rp. 400.000 secara tunai dimana harga perolehannya sebesar Rp. 3.000.000 dan telah habis disusutkan. Ayat jurnal untuk mencatat transaksi ini adalah sbb:

D: Kas …………………………………………………. Rp.    400.000
D: Ak. Peny. – Inventaris kantor ….. Rp.  3.000.000
K: Inv. Kantor …………………………………… Rp.  3.000.000
K: Keuntungan dari penj. Akt.tetap  Rp.     400.000




Akuntansi Pendapatan Bank


PENDAPATAN BANK

Pendapatan bank lazimnya dicatat berdasarkan metode accrual, dimana akan dibukukan sebagai pendapatan pada saat jatuh waktu bukannya pada saat uang diterima.

Pendapatan dalam bank terdiri dari beberapa komponen :
·       Pendapatan bunga
·       Pendapatan provisi kredit
·       Pendapatan komisi
·       Pendapatan lainnya sebagai akibat dari transaksi bank.

Pengakuan Pendapatan
Pendapatan bunga diakui secara akrual (Accrual basis), kecuali pendapatan bunga dari aktiva produktif non-performing. Pendapatan dari aktiva yang non performing hanya boleh diakui apabila pendapatan tersebut benar-benar telah diterima (Cash Basis).

Akuntansi Pendapatan Bank
Pengakuan pendapatan secara accrual mengakibatkan pertambahan pendapatan bank pada saat jatuh waktu bunga. Sedangkan pengakuan pendapatan secara cash basis menyebabkan bertambahnya rekening administrative tunggakan bunga pada saat jatuh waktu pembayaran bunga dan pendapatan akan bertambah pada saat uang benar-benar telah diterima oleh bank dari nasabah non performing tersebut.

Secara skematis kedua pengakuan pendapatan dapat dijabarkan dalam bagan akuntansi berikut ini :

PENGAKUAN PENDAPATAN SECARA ACCRUAL BASIS



PENGAKUAN PENDAPATAN SECARA CASH BASIS
 


Pendapatan Bunga Debitur
Pendapatan bunga dari aktiva produktif non performing, tidak diakui sebagai pendapatan periode berjalan sejak aktiva tersebut dinyatakan non performing.

Bunga dari aktiva non performing yang tidak diakui sebagai pendapatan akan dicatat dalam rekening administrative karena merupakan peristiwa kontinjensi.

Contoh:
Apabila pendapatan bunga debitur performing selama bulan Juli dihitung sebesar Rp. 100 juta, sedangkan debitur non performing sebesar Rp. 23 juta akan dibukukan dengan ayat jurnal sebagai berikut:

Accrual basis
D: Pendpt. Debitur YMH. Diterima Rp. 100.000.000
K: Pendpt. Bunga Debitur                      Rp. 100.000.000

Pada saat menerima hasil bunga akan dibukukan dengan ayat jurnal berikut ini :

D: Kas ……………………………………………………… Rp. 100.000.000
K: Bunga Debitur YMH Diterima ………. Rp. 100.000.000

Cash Basis
D: Re. Adm. Rp-Tunggakan Bunga ……… Rp. 23.000.000


Pada saat menerima hasil bunga akan dibukukan dengan ayat jurnal berikut ini:

D: Kas ……………………………………………………….. Rp. 23.000.000
K: Pendpt. Bunga Debitur ……………………… Rp. 23.000.000

Komisi dan Provisi
Provisi kredit merupakan sumber pendapatan bank yang akan diterima dan diakui sebagai pendapatan pada saat kredit disetujui oleh bank. Biasanya provisi kredit langsung dibayarkan oleh nasabah yang bersangkutan.

Komisi merupakan pendapatan bank yang sedang digiatkan belakangan ini. Komisi ini merupakan beban yang diperhitungkan kepada para nasabah bank yang mempergunakan jasa bank. Komisi juga lazimnya dibukukan langsung sebagai pendapatan pada saat bank menjual jasa kepada para nasabahnya.

Contoh:
Bank Omega menyetujui kredit untuk PT.CVD sebesar Rp. 200juta selama jangka waktu 5 tahun. Provisi kredit ditetapkan sebesar 0,6% dari pagu kredit. Ayat Jurnal untuk mencatat transaksi ini adalah sbb:

D: Kas …………………………………………………….….. Rp. 1.200.000
K: Provisi Kredit Diterima Dimuka ………. Rp. 1.200.000


Transaksi ini berkaitan dengan keg. Perkreditan dan terikat dengan jangka waktu. Oleh sebab itu perlu dialokasikan setiap bulan selama lima tahun mendatang. Provisi kredit ini akan dialokasikan menjadi pendapatan dan akan disajikan dalam laporan laba rugi bulanan.
Alokasi pada bulan pertama dilakukan dengan cara sbb:

Alokasi bln pertama = 1/60 * Rp. 1.200.000 = Rp. 20.000
(5th*12bln)

Ayat jurnal yang dibuat adalah sbb:

D: Provisi Kredit Diterima Dimuka …………..Rp. 20.000
K: Pendpt. Provisi Kredit …………………………….Rp. 20.000

Contoh lain:
Bila Bank Omega membebankan komisi kepada nasabah giro atas jasa ATM yang dipergunakannya sebesar Rp. 20.000. Transaksi ini tidak terikat dengan jangka waktu. Oleh Bank Omega akan dibukukan kedalam pendapatan dengan ayat jurnal sbb:

D: Giro ……………………………………………………………. Rp. 20.000
K: Pendapatan Komisi ATM ………………………… Rp. 20.000

Pendapatan Atas transaksi Valuta Asing
Pendapatan yang timbul dari transaksi valuta asing lazimnya berasal dari selisih kurs. Selisih kurs ini akan dimasukkan kedalam pos pendapatan dalam laporan laba rugi. Laba atau rugi yang timbul dari transaksi valuta asing harus diakui sebagai pendapatan atau beban dalam perhitungan laba rugi periode berjalan.

Transaksi Berjangka Valuta Asing
Seringkali suatu bank devisa yang memiliki aktiva atau kewajiban dalam valuta asing dalam jumlah yang besar berupaya untuk menghindar adanya kerugian akibat selisih kurs. Upaya ini dikenal dengan hedging dalam hutang ataupun piutang.
        Didalam melakukan hedging ini bank akan melaksanakan pembelian atau penjualan valuta asing secara berjangka, atau dikenal dengan forward.
        Dalam transaksi forward, piutang atau hutang valuta asing dicatat sebesar kurs tunai yang berlaku pada saat itu (spot rate), sedangkan hutang atau piutang Rupiah dicatat sebesar kurs masa depan (forward rate), yaitu kurs pertukaran mata uang asing di hari kemudian yang ditentukan berdasarkan perjanjian.

SWAP SUKU BUNGA
Salah satu jenis hedging dan upaya untuk meraih keuntungan dalam mekanisme pasar uang adalah dengan melakukan gadai valuta asing atau dikenal dengan istilah SWAP.

Ada 2 jenis transaksi SWAP:
1.    Transaksi SWAP suku bunga dalam rangka pendanaan
2.  Transaksi SWAP suku bunga dalam rangka trading
Untuk transaksi Swap pendanaan:
Selisih antara suku bunga yg dipertukarkan (original interest rate) dgn suku bunga yg diperjanjikan (contracted interst rate) disajikan sbg penambah atau pengurang beban dana dan diamortisasikan scr proporsional selama jangka waktu kontrak.

Untuk transaksi Swap trading:
Selisih antara suku bunga yang dipertukarkan dgn suku bunga yg diperjanjikan diakui sbg laba atau rugi pada akhir masa kontrak.

PENDAPATAN OPERASIONAL LAINNYA
Contoh dari pendapatan operasional lainnya:
Penerimaan deviden dari anak perusahaan atau penyertaan saham, laba rugi penjualan surat berharga pasar modal dan lainnya.

Contoh Pendapatan lain yang timbul dari penjualan surat berharga.

Apabila Bank Omega memiliki 100 lembar saham PT. BBC sebesar nominal Rp. 100.000/lbr dan telah dibeli sebesar Rp. 9.800.000 untuk seluruh saham tersebut. Kemudian saham tersebut dijual Rp. 98.500/lbr secara tunai. Perhitungan keuntungan dari penjualan saham dan ayat jurnal untuk membukukan transaksi tersebut dijabarkan sbb:

Harga perolehan saham ……………………………. Rp. 9.800.000
Harga Jual :
        Rp. 98.500*100 …………………………………. Rp. 9.850.000
Keuntungan ………………………………………………….. Rp.      50.000

Keuntungan sebesar Rp. 50.000 harus disajikan dalam pendapatan operasional lainnya dalam tubuh laba rugi bank.

D: Kas ………………………………………………………….. Rp. 9.800.000
K: Keuntungan dari Penjualan SB …………… Rp.      50.000
K: Surat Berharga (SB) …………………………… Rp. 9.850.000

Capital gain penjualan surat berharga pasar modal harus diakui sebagai pendapatan bank.

PENDAPATAN NON OPERASIONAL

Yang termasuk dalam kelompok ini adalah rupa-rupa pendapatan yang berasal dari aktivitas diluar usaha utama bank. Contohnya adalah pendapatan dari penjualan aktiva tetap, penyewaan fasilitas gedung yang dimiliki oleh bank dan lainnya. Pendapatan ini harus diakui sebagai pendapatan pada periode berjalan.

Contoh:
Apabila Bank Omega memiliki sebuah mobil dengan harga perolehan sebesar Rp. 35 juta dan telah disusutkan sebesar Rp. 30 juta dijual tunai seharga Rp. 7 juta. Perhitungan keuntungan ini akan dibukukan dengan ayat jurnal sbb:

D: Kas ……………………………………………….. Rp.   7.000.000
D: Ak. Peny. Kendaraan …………………. Rp. 30.000.000
K: Kendaraan ……………………………………. Rp. 35.000.000
K: Keuntungan dari Penj. Ak.tetap   Rp.   2.000.000

PENDAPATAN LUAR BIASA

Yang dimaksud dengan pos luar biasa adalah pos yang memenuhi kedua kriteria sbb:
a.   Bersifat tidak normal (tidak biasa)
Kejadian atau transaksi yang bersangkutan memilih tingkat abnormalitas yang tinggi dan tidak berhubungan dengan aktifitas perusahaan sehari-hari.
b.   Tidak sering terjadi
Kejadian atau transaksi yang bersangkutan tidak dihubungkan akan terulang lagi di masa yang akan datang.












Komentar

My Visitors

free counters