Perilaku Etika
Dalam Bisnis
1.
Lingkungan Bisnis Yang Mempengaruhi Perilaku Etika
Tujuan dari sebuah bisnis kecil adalah untuk tumbuh
dan menghasilkan uang. Untuk melakukan itu, penting bahwa semua karyawan di
papan dan bahwa kinerja mereka dan perilaku berkontribusi pada kesuksesan
perusahaan. Perilaku karyawan, bagaimanapun dapat dipengaruhi oleh faktor
eksternal di luar bisnis. Pemilik usaha kecil perlu menyadari faktor – faktor
dan untuk melihat perubahan perilaku karyawan yang dapat sinyal masalah.
a.
Budaya Organisasi
Keseluruhan budaya perusahaan dampak bagaimana
karyawan melakukan diri dengan rekan kerja, pelanggan dan pemasok. Lebih dari
sekedar lingkungan kerja, budaya organisasi mencakup sikap manajemen terhadap
karyawan, rencana pertumbuhan perusahaan dan otonomi / pemberdayaan yang
diberikan kepada karyawan. "Nada di atas" sering digunakan untuk
menggambarkan budaya organisasi perusahaan. Nada positif dapat membantu
karyawan menjadi lebih produktif dan bahagia. Sebuah nada negatif dapat
menyebabkan ketidakpuasan karyawan, absen dan bahkan pencurian atau vandalisme.
b.
Ekonomi Lokal
Melihat seorang karyawan dari pekerjaannya dipengaruhi
oleh keadaan perekonomian setempat. Jika pekerjaan yang banyak dan ekonomi
booming, karyawan secara keseluruhan lebih bahagia dan perilaku mereka dan
kinerja cermin itu. Di sisi lain, saat-saat yang sulit dan pengangguran yang
tinggi, karyawan dapat menjadi takut dan cemas tentang memegang pekerjaan
mereka. Kecemasan ini mengarah pada kinerja yang lebih rendah dan penyimpangan
dalam penilaian. Dalam beberapa karyawan, bagaimanapun, rasa takut kehilangan
pekerjaan dapat menjadi faktor pendorong untuk melakukan yang lebih baik.
c.
Reputasi Perusahaan dalam Komunitas
Persepsi karyawan tentang bagaimana perusahaan mereka
dilihat oleh masyarakat lokal dapat mempengaruhi perilaku. Jika seorang
karyawan menyadari bahwa perusahaannya dianggap curang atau murah, tindakannya
mungkin juga seperti itu. Ini adalah kasus hidup sampai harapan. Namun, jika
perusahaan dipandang sebagai pilar masyarakat dengan banyak goodwill, karyawan
lebih cenderung untuk menunjukkan perilaku serupa karena pelanggan dan pemasok
berharap bahwa dari mereka.
d.
Persaingan di Industri
Tingkat daya saing dalam suatu industri dapat
berdampak etika dari kedua manajemen dan karyawan, terutama dalam situasi dimana
kompensasi didasarkan pada pendapatan. Dalam lingkungan yang sangat kompetitif,
perilaku etis terhadap pelanggan dan pemasok dapat menyelinap ke bawah sebagai
karyawan berebut untuk membawa lebih banyak pekerjaan. Dalam industri yang
stabil di mana menarik pelanggan baru tidak masalah, karyawan tidak termotivasi
untuk meletakkan etika internal mereka menyisihkan untuk mengejar uang.
2.
Kesaling – Tergantungan Antara Bisnis Dan Masyarakat
Kesalingtergantungan
bekerja didasarkan pada relasi kesetaraan, egalitarianisme. Manusia
bekerjasama, bergotong – royong dengan sesamanya memegang prinsip kesetaraan.
Tidak akan tercipta sebuah gotong – royong jika manusia terlalu percaya kepada
keunggulan diri dibanding yang lain, entah itu keunggulan ras, agama, suku,
ekonomi dan sebagainya.
Wajah
Indonesia yang carut marut dewasa ini adalah karena terlalu membuncahnya
subordinasi relasi manusia atas manusia lain. Negara telah dikuasai oleh jenis
manusia yang memiliki mentalitas pedagang. Pucuk kekuasaan telah disulap
menjadi lahan bisnis, dimana dalam dunia bisnis maka yang dikenal adalah tuan
dan budak, majikan dan buruh. Dalam hal ini, yang tercipta adalah iklim
ketergantungan, bukan kesalingtergantungan.
Di
negara lain, kelas proletar yang dahulu diperjuangkan, toh setelah meraih
kekuasaan, pada gilirannya ia menjelma menjadi kelas yang istimewa, yang rigid
terhadap kritik. Hukum diselewengkan, dan bui menjadi jawaban praktis bagi para
oposan. Proletar melakukan kesalahan yang sama dengan borjuis yang dilawannya
habis – habisan.
Jika
borjuis menggunakan sentimen agama untuk mengelabui rakyat jelata, maka
proletar menganggap agama sebagai candu rakyat. Yang satu mengatasnamakan
agama, yang lainnya mengatasnamakan rakyat miskin. Namun keduanya memiliki
tujuan yang sama: kekuasaan. Kekuasaan negara, dan juga agama telah menjadi
petualangan bisnis, dimana siapa saja yang berkuasa maka kekayaan hendak
menumpuk dalam istananya dengan benteng menjulang, sementara secuil saja
kekayaan yang dinikmati mereka yang bekerja keras.
Bumi tempat kita berpijak, masih setia bekerja sama
dan berkolaborasi dalam team dan secara team dengan planet – planet lain, namun
penghuninya kebanyakan telah berjalan sendiri – sendiri. Mungkin ada sebagian
masyarakat yang belum mengenali apa itu etika dalam berbisnis. Bisa jadi
masyarakat beranggapan bahwa berbisnis tidak perlu menggunakan etika, karena
urusan etika hanya berlaku di masyarakat yang memiliki kultur budaya yang kuat.
Ataupun etika hanya menjadi wilayah pribadi seseorang. Tetapi pada kenyataannya
etika tetap saja masih berlaku dan banyak diterapkan di masyarakat itu sendiri.
Perusahaan juga sebuah organisasi yang memiliki struktur yang cukup jelas dalam
pengelolaannya. Ada banyak interaksi antar pribadi maupun institusi yang
terlibat di dalamnya. Dengan begitu kecenderungan untuk terjadinya konflik dan
terbukanya penyelewengan sangat mungkin terjadi. Baik dalam tataran manajemen
ataupun personal dalam setiap team maupun hubungan perusahaan dengan lingkungan
sekitar. Untuk itu etika ternyata diperlukan sebagai kontrol akan kebijakan,
demi kepentingan perusahaan itu sendiri. Oleh karena itu kewajiban perusahaan
adalah mengejar berbagai sasaran jangka panjang yang baik bagi masyarakat. Dua
pandangan tanggung jawab sosial :
a.
Pandangan klasik : tanggung jawab sosial adalah bahwa tanggung jawab sosial manajemen
hanyalah memaksimalkan laba (profit oriented). Pada pandangan ini manajer
mempunyai kewajiban menjalankan bisnis sesuai dengan kepentingan terbesar pemilik
saham karena kepentingan pemilik saham adalah tujuan utama perusahaan.
b.
Pandangan sosial ekonomi : bahwa tanggung jawab sosial manajemen bukan sekedar
menghasilkan laba, tetapi juga mencakup melindungi dan meningkatkan
kesejahteraan social. Pada pandangan ini berpendapat bahwa perusahaan bukan
intitas independent yang bertanggung jawab hanya terhadap pemegang saham,
tetapi juga terhadap masyarakat. Perilaku bisnis terhadap etika dalam
menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain
ialah :
ü Pengendalian diri
ü Pengembangan tanggung jawab sosial (social
responsibility)
ü Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk
terombang–ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
ü Menciptakan persaingan yang sehat
ü Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”
ü Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong,
Koneksi, Kolusi dan Komisi)
ü Mampu menyatakan yang benar itu benar
ü Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan
pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah
ü Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah
disepakati bersama
ü Menumbuh kembangkan kesadaran dan rasa memiliki
terhadap apa yang telah disepakat.
3.
Kepedulian Pelaku Bisnis Terhadap Etika
Korupsi, kolusi, dan nepotisme yang semakin meluas di
masyarakat yang sebelumnya hanya di tingkat pusat dan sekarang meluas
4 sampai ke daerah – daerah, dan meminjam istilah guru bangsa yakni Gus
Dur, korupsi yang sebelumnya di bawah meja, sekarang sampai ke meja – mejanya dikorupsi
adalah bentuk moral hazard di kalangan ekit politik dan elit birokrasi. Hal
ini mengindikasikan bahwa di sebagian masyarakat kita telah terjadi krisis
moral dengan menghalalkan segala macam cara untuk mencapai tujuan, baik
tujuan individu memperkaya diri sendiri maupun tujuan kelompok untuk
eksistensi keberlanjutan kelompok. Terapi ini semua adalah pemahaman,
implementasi dan investasi etika dan nilai – nilai moral bagi para pelaku
bisnis dan para elit politik. Dalam kaitan dengan etika bisnis, terutama
bisnis berbasis syariah, pemahaman para pelaku usaha terhadap ekonomi
syariah selama ini masih cenderung pada sisi "emosional" saja
dan terkadang mengkesampingkan konteks bisnis itu sendiri. Padahal segmen
pasar dari ekonomi syariah cukup luas, baik itu untuk usaha perbankan
maupun asuransi syariah. Dicontohkan, segmen pasar konvensional, meski
tidak "mengenal" sistem syariah, namun potensinya cukup tinggi.
Mengenai implementasi etika bisnis tersebut, Rukmana mengakui
beberapa pelaku usaha memang sudah ada yang mampu menerapkan etika bisnis
tersebut. Namun, karena pemahaman dari masing – masing pelaku usaha
mengenai etika bisnis berbeda – beda selama ini, maka implementasinyapun
berbeda pula. Keberadaan etika dan moral pada diri seseorang atau sekelompok
orang sangat tergantung pada kualitas sistem kemasyarakatan yang
melingkupinya. Walaupun seseorang atau sekelompok orang dapat mencoba
mengendalikan kualitas etika dan moral mereka, tetapi sebagai sebuah
variabel yang sangat rentan terhadap pengaruh kualitas sistem
kemasyarakatan, kualitas etika dan moral seseorang atau sekelompok orang
sewaktu – waktu dapat berubah. Baswir (2004) berpendapat bahwa pembicaraan
mengenai etika dan moral bisnis sesungguhnya tidak terlalu relevan bagi
Indonesia. Jangankan masalah etika dan moral, masalah tertib hukum pun
masih belum banyak mendapat perhatian. Sebaliknya, justru sangat lumrah di
negeri ini untuk menyimpulkan bahwa berbisnis sama artinya dengan
menyiasati hukum. Akibatnya, para pebisnis di Indonesia tidak dapat
lagi membedakan antara batas wilayah etika dan moral dengan wilayah hukum.
Wilayah etika dan moral adalah sebuah wilayah pertanggungjawaban pribadi.
Sedangkan wilayah hukum adalah wilayah benar dan salah yang harus
dipertanggungjawabkan di depan pengadilan. Akan tetapi memang itulah
kesalahan kedua dalam memahami masalah etika dan moral di Indonesia.
Pencampuradukan antara wilayah etika dan moral dengan wilayah hukum
seringkali menyebabkan kebanyakan orang Indonesia 5 tidak bisa membedakan
antara perbuatan yang semata – mata tidak sejalan dengan kaidah – kaidah
etik dan moral, dengan perbuatan yang masuk kategori perbuatan melanggar
hukum. Sebagai misal, sama sekali tidak dapat dibenarkan bila
masalah korupsi masih didekati dari sudut etika dan moral. Karena masalah
korupsi sudah jelas dasar hukumnya, maka masalah itu haruslah didekati secara
hukum. Demikian halnya dengan masalah penggelapan pajak, pencemaran
lingkungan, dan pelanggaran hak asasi manusia.
4.
Perkembangan Dalam Etika Bisnis
Berikut perkembangan etika bisnis :
a.
Situasi Dahulu
Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan
filsuf – filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan
manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan
kegiatan niaga harus diatur.
b.
Masa Peralihan
Tahun 1960–an ditandai pemberontakan terhadap kuasa
dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis),
penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada
dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru
dalam kurikulum dengan nama Business and Society. Topik yang paling sering
dibahas adalah corporate social responsibility.
c.
Etika Bisnis Lahir di Amerika Serikat (AS)
Tahun 1970–an sejumlah filsuf mulai terlibat dalam
memikirkan masalah – masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap
sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia
bisnis di AS.
d.
Etika Bisnis Meluas ke Eropa
Tahun 1980–an di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu
baru mulai berkembang kira – kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum pertemuan
antara akademisi dari universitas serta sekolah bisnis yang disebut European
Business Ethics Network (EBEN).
e.
Etika Bisnis menjadi Fenomena Global
Tahun 1990–an tidak terbatas lagi pada dunia
Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh dunia. Telah didirikan
International Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25 – 28
Juli 1996 di Tokyo.
Pengertian
Etika Bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan
yang salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan
pedoman dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis. Dalam menciptakan
etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain adalah :
a. Pengendalian
diri.
b. Pengembangan
tanggung jawab social (Social Rsponsibility).
c. Mempertahankan
jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan
informasi dan teknologi.
d. Menciptakan
persaingan yang sehat.
e. Menerapkan
konsep “pembangunan berkelanjutan”.
f. Menghindari
sifat 5K (katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi) .
g. Mampu
menyatakan yang benar itu benar, dan yang salah itu salah.
h. Menumbuhkan
sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha ke
bawah.
i.
Konsekuen dan konsisten dengan aturan
main yang telah disepakati bersama.
j.
Menumbuh kembangkan kesadaran dan rasa
memiliki terhadap apa yang di tuangkan dalam suatu hukum positif yang berupa
peraturan perundang-undangan.
Ada 3 jenis masalah
yang dihadapi dalam Etika yaitu :
1.
Sistematik Masalah-masalah dalam etika
bisnis pertanyaan-pertanyaan etis yang muncul mengenai sistem sosial lainya
dimana bisnis beroprasi.
2.
Korporasi permasalahan korporasi dalam
perusahaan bisnis adalah pertanyaan-pertanyaan yang dalam perusahaan-perusahaan
tertentu. Permasalahan ini mencakup pertanyaan tentang moralitas aktivitas,
kebijakan, praktik dan struktur organisasional perusahaan individual sebagai
keseluruhan.
3.
Individu permasalahan individual dalam
etika bisnis adalah petanyaan yang muncul seputar individu tertentu dalam
perusahaan. Masalah ini termasuk pertanyaan tentang moralitas keputusan,
tindakan dan karakter individual.
5.
Etika Bisnis Dan Akuntansi
Etika bisnis
merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini
berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan,
institusi, dan perilaku bisnis.
Amerika Serikat yang selama ini dianggap sebagai
Negara super power dan juga kiblat ilmu pengetahuan termasuk displin ilmu
akuntansi harus menelan kepahitan. Skandal bisnis yang terjadi seakan
menghilangkan kepercayaan oleh para pelaku bisnis dunia tentang praktik Good
Corporate Governance di Amerika Serikat. Banyak perusahaan yang melakukan
kecurangan diantaranya adalah TYCO yang diketahui melakukan manipulasi data
keuangan (tidak mencantumkan penurunan aset), disamping melakukan penyelundupan
pajak. Global Crossing termasuk salah satu perusahaan terbesar telekomunikasi
di Amerika Serikat dinyatakan bangkrut setelah melakukan sejumlah investasi
penuh resiko. Enron yang hancur berkeping terdapat beberapa skandal bisnis yang
menimpa perusahaan – perusahaan besar di Amerika Serikat. Worldcom juga
merupakan salah satu perusahaan telekomunikasi terbesar di Amerika Serikat
melakukan manipulasi keuangan dengan menutupi pengeluaran US$3.8 milyar untuk
mengesankan pihaknya menuai keuntungan, padahal kenyataannya rugi. Xerox Corp.
diketahui memanipulasi laporan keuangan dengan menerapkan standar akunting
secara keliru sehingga pembukuan perusahaan mencatat laba US $ 1.4 milyar
selama 5 tahun. Berikut
adalah informasi dari berbagai sumber yang berkaitan dengan hancurnya Enron:
• Board of Director (dewan
direktur, direktur eksekutif dan direktur non eksekutif) membiarkan
kegitan-kegitan bisnis tertentu mengandung unsur konflik kepentingan dan
mengijinkan terjadinya transaksi-transaksi berdasarkan informasi yang hanya bisa
di akses oleh pihak dalam perusahaan (insider trading), termasuk praktek
akuntansi dan bisnis tidak sehat sebelum hal tersebut terungkap kepada public.
• Board of Director (dewan direktur, direktur
eksekutif dan direktur non eksekutif) membiarkan kegitan-kegitan bisnis
tertentu mengandung unsur konflik kepentingan dan mengijinkan terjadinya
transaksi-transaksi berdasarkan informasi yang hanya bisa di akses oleh fihak
dalam perusahaan (insider trading), termasuk praktek akuntansi dan bisnis tidak
sehat sebelum hal tersebut terungkap kepada public.
• Enron merupakan salah satu perusahaan besar
pertama yang melakukan out sourcing secara total atas fungsi internal audit
perusahaan. Mantan Chief Audit Executif Enron (Kepala internal audit) semula
adalah partner KAP Andersen yang di tunjuk sebagai akuntan publik perusahaan,
Direktur keuangan Enron berasal dari KAP Andersen, Sebagian besar Staf akunting
Enron berasal dari KAP Andersen.
• Pada awal tahun 2001 patner KAP Andersen
melakukan evaluasi terhadap kemungkinan mempertahankan atau melepaskan Enron
sebagai klien perusahaan, mengingat resiko yang sangat tinggi berkaitan dengan
praktek akuntansi dan bisnis enron. Dari hasil evaluasi di putuskan untuk tetap
mempertahankan Enron sebagai klien KAP Andersen.
• Salah seorang eksekutif Enron di laporkan
telah memepertanyakan praktek akunting perusahaan yang dinilai tidak sehat dan
mengungkapkan kekhawatiran berkaitan dengan hal tersebut kepada CEO dan partner
KAP Andersen pada pertengahan 2001. CEO Enron menugaskan penasehat hukum
perusahaan untuk melakukan investigasi atas kekhawatiran tersebut tetapi tidak
memperkenankan penasehat hukum untuk mempertanyakan pertimbangan yang
melatarbelakangi akuntansi yang dipersoalkan. Hasil investigasi oleh penasehat
hukum tersebut menyimpulkan bahwa tidak ada hal-hal yang serius yang perlu
diperhatikan.
• Pada tanggal 16 Oktober 2001, Enron
menerbitkan laporan keuangan triwulan ketiga. Dalam laporan itu disebutkan
bahwa laba bersih Enron telah meningkat menjadi $393 juta, naik $100 juta
dibandingkan periode sebelumnya. CEO Enron, Kenneth Lay, menyebutkan bahwa
Enron secara berkesinambungan memberikan prospek yang sangat baik. Ia juga
tidak menjelaskan secara rinci tentang pembebanan biaya akuntansi khusus
(special accounting charge/expense) sebesar $1 miliar yang sesungguhnya
menyebabkan hasil aktual pada periode tersebut menjadi rugi $644 juta. Para
analis dan reporter kemudian mencari tahu lebih jauh mengenai beban $1 miliar
tersebut, dan ternyata berasal dari transaksi yang dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh CFO Enron.
• Pada tanggal 2 Desember 2001 Enron
mendaftarkan kebangkrutan perusahaan ke pengadilan dan memecat 5000 pegawai.
Pada saat itu terungkap bahwa terdapat hutang perusahaan yang tidak di laporkan
senilai lebih dari satu milyar dolar. Dengan pengungkapan ini nilai investasi
dan laba yang di tahan (retained earning) berkurang dalam jumlah yang sama.
• Enron dan KAP Andersen dituduh telah melakukan
kriminal dalam bentuk penghancuran dokumen yang berkaitan dengan investigasi
atas kebangkrutan Enron (penghambatan terhadap proses peradilan ).
• Dana pensiun Enron sebagian besar
diinvestasikan dalam bentuk saham Enron. Sementara itu harga saham Enron terus
menurun sampai hampir tidak ada nilainya.
• KAP Andersen diberhentikan sebagai auditor
enron pada pertengahan juni 2002. sementara KAP Andersen menyatakan bahwa
penugasan Audit oleh Enron telah berakhir pada saat Enron mengajukan proses
kebangkrutan pada 2 Desember 2001.
• CEO Enron, Kenneth Lay mengundurkan diri pada
tanggal 2 Januari 2002 akan tetapi masih dipertahankan posisinya di dewan
direktur perusahaan. Pada tanggal 4 Pebruari Mr. Lay mengundurkan diri dari
dewan direktur perusahaan.
• Tanggal 28 Pebruari 2002 KAP Andersen menawarkan
ganti rugi 750 Juta US dollar untuk menyelesaikan berbagai gugatan hukum yang
diajukan kepada KAP Andersen.
• Pemerintahan Amerika (The US General Services
Administration) melarang Enron dan KAP Andersen untuk melakukan kontrak
pekerjaan dengan lembaga pemerintahan di Amerika.
• tanggal 14 Maret 2002 departemen kehakiman
Amerika memvonis KAP Andersen bersalah atas tuduhan melakukan penghambatan
dalam proses peradilan karena telah menghancurkan dokumen-dokumen yang sedang
di selidiki.
• KAP Andersen terus menerima konsekwensi
negatif dari kasus Enron berupa kehilangan klien, pembelotan afiliasi yang
bergabung dengan KAP yang lain dan pengungkapan yang meningakat mengenai
keterlibatan pegawai KAP Andersen dalam kasus Enron.
• Tanggal 22 Maret 2002 mantan ketua Federal
Reserve, Paul Volkcer, yang direkrut untuk melakukan revisi terhadap praktek
audit dan meningkatkan kembali citra KAP Andersen mengusulkan agar manajeman
KAP Andersen yang ada diberhentikan dan membentuk suatu komite yang diketuai
oleh Paul sendiri untuk menyusun manajemen baru.
• tanggal 26 Maret 2002 CEO Andersen Joseph
Berandino mengundurkan diri dari jabatannya.
• Tanggal 8 April 2002 seorang partner KAP Andersen,
David Duncan, yang bertindak sebagai penanggungjawab audit Enron mengaku
bersalah atas tuduhan melakukan hambatan proses peradilan dan setuju untuk
menjadi saksi kunci dipengadilan bagi kasus KAP Andersen dan Enron.
• tanggal 9 April 2002 Jeffrey McMahon
mengumumkan pengunduran diri sebagai presiden dan Chief Opereting Officer Enron
yang berlaku efektif 1 Juni 2002.
• Tanggal 15 Juni 2002 juri federal di Houston
menyatakan KAP Andersen bersalah telah melakukan hambatan terhadap proses
peradilan.
• Pada tanggal 16 Oktober 2001, Enron
menerbitkan laporan keuangan triwulan ketiga. Dalam laporan itu disebutkan
bahwa laba bersih Enron telah meningkat menjadi $393 juta, naik $100 juta
dibandingkan periode sebelumnya. CEO Enron, Kenneth Lay, menyebutkan bahwa
Enron secara berkesinambungan memberikan prospek yang sangat baik. Ia juga
tidak menjelaskan secara rinci tentang pembebanan biaya akuntansi khusus
(special accounting charge/expense) sebesar $1 miliar yang sesungguhnya
menyebabkan hasil aktual pada periode tersebut menjadi rugi $644 juta. Para
analis dan reporter kemudian mencari tahu lebih jauh mengenai beban $1 miliar
tersebut, dan ternyata berasal dari transaksi yang dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh CFO Enron.
Sumber
: