Aktiva Lancar
Aktiva lancar
adalah harta perusahaan yang dapat ditukarkan dengan uang tunai dalam waktu
yang relatif singkat. Yang termasuk golongan aktiva lancar ialah:
1. Uang kas, rekening giro, dan aktiva lain yang
dapat disamakan dengan uang kas yang tersedia untuk pembayaran kegiatan umum.
2. Investasi jangka pendek dalam surat- surat
berharga yang segera dapat dijual.
3. Piutang usaha atau pendapatan yang masih harus
diterima.
4. Persediaan barang dagang, bahan baku, barang dalam
proses, barang jadi, dan bahan pembantu.
5. Biaya dibayar dimuka, seperti premi asuransi,
bunga, alat tulis, dan keperluan kantor.
6. Wesel yang jatuh tempo dalam satu tahun buku.
Apabila perusahaan
harus membuat neraca fiskal, urutan- urutan penyajian pos- pos aktiva lancar
dalam neraca fiskal dan neraca komersial tidak berbeda yaitu menurut urutan
likuiditas dan jatuh tempo.
Kas dan Bank
Kas ialah uang
tunai yang paling likuid atau suatu alat pembayaran
yang siap dan bebas digunakan untuk membiayai kegiatan umum perusahaan, sehingga pos ini biasanya ditempatkan pada
urutan teratas dari aktiva. Yang termasuk dalam kas ialah seluruh alat
pembayaran yang dapat digunakan segera seperti uang kertas, uang logam, dan
saldo rekening giro di bank.
Bank ialah saldo
rekening giro yang dapat digunakan secara bebas untuk membiayai kegiatan usaha.
Pengertian tentang dan perlakuan terhadap
kas dan bank dalam perpajakan dan akuntansi sama.
Yang tidak
termasuk dalam pengertian kas baik menurut akuntansi dan perpajakan adalah
sebagai berikut:
1. Deposito: saldo deposito tidak termasuk dalam pengertian kas, karena tidak dapat
digunakan sewaktu- waktu
2. Perangko dan Materai: biasanya perusahaan mempunyai persediaan
perangko dan materai yang dapat dipakai sewaktu- waktu. Persediaan ini tidak
termasuk dalam pengertian kas, sekalipun persediaan ini sering disimpan oleh
kasir perusahaan.
3. Bon Kas atau Uang Muka: tidak dapat digolongkan sebagai kas karena tidak
dapat digunakan sewaktu- waktu karena tidak dapat dianggap sebagai uang tunai.
4. Cek Mundur dan Cek Kosong: cek mundur tidak dapat diuangkan sampai jatuh
temponya sehingga tidak memenuhi syarat sebagai kas. Cek kosong sama sekali
tidak ada harganya karena itu tidak dapat dianggap sebagai aktiva perusahaan.
Bunga rekening
giro :
·
Akuntansi Komersial : dicatat sebagai pengahasilan
·
Akuntansi Fiskal : tidak dicatat sebagai penghasilan, karena bunga sudah dikenakan PPh
dengan tarif final 15% dan tidak boleh digabung dengan penghasilan yang lain
(dikenakan tarif umum).
Investasi Jangka Pendek
Dana kas yang
menganggur (idle cash) ialah
kelebihan kas yang tidak diperlukan dalam waktu dekat. Biasanya kelebihan dana
ini dimanfaatkan dengan cara membeli atau menanamkannya dalam bentuk surat-
surat berharga yang dapat segera dijual. Menurut Prinsip Akuntansi Indonesia
ada tiga syarat yang harus dipenuhi jika suatu surat berharga hendak
digolongkan sebagai penyertaan sementara
yaitu:
1. Mempunyai pasaran dan dapat diperjual belikan
dengan segera.
2. Dimaksudkan untuk dijual dalam jangka waktu dekat
bila terdapat kebutuhan dana untuk kegiatan umum perusahaan
3. Tidak dimaksudkan untuk menguasai perusahaan lain.
Nilai investasi
jangka pendek dicatat berdasarkan nilai perolehannya. Harga perolehan investasi
jangka pendek ialah harga pembelian ditambah ongkos pembelian, seperti jasa
perantara dan lain- lain.
Suatu perusahaan membeli obligasi Jasa Marga
seharga Rp 10.000.000. suku bunga 15% per tahun. Jasa perantara sebesar Rp
100.000. pembelia ini dicatat oleh perusahaan sebesar Rp 100.100.000
|
Dalam pepajakan
tidak dijelaskan mengenai metode HPP surat-surat berharga sehingga dapat
dikatakan bahwa metode perhitungan harga pokok surat berharga untuk keperluan
fiskal sama dengan prinsip yang berlaku dalam akuntansi komersial yang menggunakan
metode FIFO dan Average.
Nilai Investasi di Neraca
Investasi jangka
pendek adalah aktiva yang likuiditasnya sangat tinggi. Nilai investasi di
neraca menurut akuntansi komersial dapat disajikan dengan dua cara, yaitu:
1. Nilai perolehan, tetapi diberi keterangan tambahan
mengenai mengenai harga pasar.
2. Nilai yang terendah antara nilai perolehan dan
harga pasar.
Metode nilai
terendah antara nilai perolehan dan harga pasar tidak diperkenankan untuk
keperluan perpajakan, sebab bertentangan dengan prinsip nilai historis yang
dianut perpajakan. Perbedaan ini dapat dimasukkan ke dalam beda waktu.
Pada tahun lalu suatu perusahaan membeli saham PT
ABC di pasar modal dengan kurs 100 sebesar Rp 100.000 setahun kemudian nilai
saham turun drastis sehingga kursnya jadi 75 atau sebesar Rp 75.000. keadaan
ini akan tampak di neraca komersial sebagai Investasi pada saham PT ABC Rp
75.000. selisih antara nilai perolehan dan kurs yang berlaku di bursa yaitu
sebesar Rp 25.000 dicatat sebagai kerugian.
|
Penilaian
investasi jangka pendek menurut perpajakan didasarkan pada nilai perolehannya.
Sebelum tahun 1990 wajib pajak secara fiskal diperkenankan pembukuan berdasarkan
harga pasar. Sejak 1991 tidak diperkenankan lagi menggunakan harga pasar
melainkan berdasarkan harga perolehan. Surat berharga dalam valuta asing sesuai
dengan ketentuan perpajakan, harus dijabarkan kedalam mata uang rupiah.
Jenis Investasi Jangka Pendek
a)
Saham Biasa dan Saham Preferen
Penghasilan dari Saham : dividen,
saham bonus, hak membeli emisi saham & capital gains. Penghasilan dividen
tidak dikenakan pajak.
·
Praktek Komersial: Mencatat
nilai sekuritas berdasarkan Cost Method & Lower Cost or
Market
·
Praktek Fiskal: Mencatat nilai
sekuritas berdasarkan Cost Method Penghasilan dari penjualan saham tidak perlu
dilaporkan dalam SPT dan dikonsolidasikan dengan penghasilan lainnya yang tidak
dikenakan pajak final.
b)
Obligasi
Bunga Obligasi dihitung sebagai
penghasilan PPh yang dipungut atas bunga obligasi tidak boleh dikapitalisasi,
tetapi harus dicatat sebagai pajak yang dibayar di muka (pasal 23).
c)
Sekuritas yang lain
·
Commercial paper, promissory
notes, bill of exchange, bankers acceptance, sertifikat deposito, repurchase
agreement
·
Selisih nilai beli dan nilai
jual / pelunasan merupakan penghasilan bagi pemegang sekuritas dan biaya bagi
penerbit sekuritas.
d)
Deposito
Merupakan satuan mata uang rupiah atau
valas, jangka pendek atau jangka panjang di dalam atau di luar negeri.
Untuk tujuan perpajakan termasuk deposito
on call. Bunga deposito dikenakan pajak 15% dan final. Bunga deposito bukan
merupakan penghasilan kena pajak pada SPT dan pajaknya tidak dapat dikreditkan.
e)
Wesel Tagih
Wesel
tagih timbul dari utang piutang penyerahan barang atau jasa. Bunga yang
diterima pada saat pelunasan merupakan penghasilan pemegang wesel dan
biaya bagi penerbit promes.
Penghasilan
bunga diskonto merupakan obyek potongan
PPh pasal 23 (WP dalam negeri) atau PPh pasal 26 (WP luar negeri) .
Contoh Kasus Wesel Tagih (Pendiskontoan, pajak atas
bunga dipotong di muka oleh pembeli)
Wesel milik PT. Andi,
nominal Rp. 1 juta tertanggal 10 Juni 1996, jangka waktu 60 hari (jatuh tempo 9
Agustus 1996), didiskontokan kepada PT. Iwan pada 25 Juni 1996. Jika disepakati
tarif diskonto 12%, uang yang akan diterima PT. Andi pada
1.009.625
|
999.775
|
985.000
|
Piutang
Piutang (account receivable) adalah hak perusahaan kepada pihak lan yang
akan diterima dalam bentuk kas. Piutang
usaha timbul karena penjualan barang atau penyerahan jasa
secara kredit. Piutang biasanya digolongkan ke dalam kelompok piutang usaha,
piutang di luar usaha. Untuk keperluan fiskal sebaiknya sistem akuntansi dapat
menyajikan saldo piutang kepada pihak yang ada dalam hubungan istimewa.
Pemisahan ini dimaksudkan untuk mempermudah fiskus untuk mengetahui apakah
Wajib Pajak melakukan penghindaran pembayaran pajak dengan cara transfer pricing.
Pentingnya catatan piutang maka
undang undang perpajakan mengharuskan agar setiap pembukuan setidak-tidaknya
mempunyai daftar piutang dan utang, kas dan bank, serta persediaan. Dari daftar
ini dapat diperoleh data mengenai biaya dan penghasilan dalam penghitungan
Penghasilan Kena Pajak.
Agar dari pembukuan piutang dapat
diperoleh keadaan mengenai saldo piutang maka rekening piutang khususnya untuk
keperluan fiscal harus dapat memberikan keterangan data sebagai berikut:
a.
Nama dan alamat lengkap debitur
b.
Jumlah piutang kepada masing-masing
debitur
c.
Saat timbul maupun berkurangya
piutang
d.
Jenis piutang, misalnya piutag
dagang, piutang kepada pegawai, piutang kepada pemegang saham, piutang jangka
panjang, piutang jangka pendek
e.
Hak penerimaan bunga
f.
Tanggal jatuh tempo piutang
g.
Jumlah piutang yang dapat
dihapuskan
h.
Keterangan lainnya yang
berkaitan dengan piutang
Piutang dalam mata uang asing harus
dibukukan kedalam mata uang rupiah. Untuk keperluan perpajakan ada dua jenis
nilai tukar yang digunakan untuk menjabarkan piutang dalam mata uang asing
yaitu nilai tukar tetap atau nilai tukar pada tanggal neraca berdasarkan
pengumuman Bank Indonesia. Adapun untuk akuntansi komersial hanya ada satu
nilai tukar yang digunakan untuk menjabarkannya, yaitu nilai tukar pada saat
tanggal neraca.
Piutang Usaha
Piutang
usaha terjadi akibat transaksi penjualan barang atau pengerahan jasa dalam
rangka kegiatan normal. Piutang dapat dicatat jika barang telah diserahkan.
Dalam usaha pelayanan jasa, piutang dicatat pada saat pelayanan jasa
dilaksanakan. Pada umumnya piutang seperti ini tidak disertai suatu surat-surat
perjanjian yang formal. Tetapi ada kalanya bentuk piutang dagang dinyatakan
dalam bentuk surat dagang komersial yaitu wesel tagih.
·
Untuk tujuan PPh : saat pencatatan
penjualan mengikuti praktek akuntansi komersial.
·
Untuk tujuan PPn : dapat berbeda dengan
akuntansi komersial & PPh. Pengusaha diminta untuk menerbitkan faktur pajak
selambatnya 30 hari setelah penyerahan barang dari penjualan (faktur standar)
atau bersama-sama pada akhir bulan (faktur gabungan).
·
Untuk tujuan perpajakan : pembukuan
penyisihan untuk potongan tunai & retur penjualan tidak diperkenankan,
tetapi memberlakukan metode penghapusan piutang langsung (direct written off).
Piutang Di Luar Usaha
Piutang
tidak hanya terjadi karena penjualan barang atau jasa. Sering pula piutang
timbul karena pemberian pinjaman kepada pihak ketiga dan pegawai, klaim
asuransi, retribusi pajak, royalty dan lain-lain. Apabila yang diharapkan dapat
ditagih dalam waktu singkat, piutang-piutang dapat digolongkan sebagai aktiva
lancer. Jika ternyata penagihannya dilakukan lebih dari satu tahunm sebaiknya
digolongkan kedalam aktiva lain-lain.
·
Untuk
tujuan pajak : ketentuan pasal 18 ayat 4 UU PPh piutang kepada perusahaan
afiliasi dikarakteristik sebagai modal.
·
Untuk pembukuan komersial : diakui
sebagai piutang afiliasi untuk laporan keuangan fiskalà dimasukkan dalam
kelompok penyertaan pada perusahaan afiliasi/investasi.
Piutang Dalam Hubungan
Istimewa
Piutang
dalam hubungan istimewa merupakan saldo tagihan dari transaksi yang dilakukan
dengan pihak di mana perusahaan mempunyai hubungan istimewa. Hubungan istimewa
dapat merupakan memiliki atau menguasai. Penyajian piutang dalam hubungan
istimewa tidak diharuskan dala akuntansi dan tidak lazim. Piutang dalam
hubungan istimewa terjadi karena transaksi sebagai berikut:
a.
Pengeluaran atau pembebanan
yang dilakukan oleh Wajib Pajak untuk pihak lain dalam hubungan istimewa untuk
biaya suatu usaha, seperti sewa kantor, asuransi, listrik dan lain-lain;
penjualan harta tetap seperti mesin dimana pegeluaran atau pembebanan tersebut
akan ditagih lagi kepada pihak tersebut.
b.
Peminjaman dana
c.
Transaksi penyerahan barang
atau jasa
Hubungan
istimewa dalam perpajakan telah diatur dalam Pasal 18 UU Tahun 1984 jo. UU No.
10 Tahun 1994. Ada dua jenis hubungan istimewa yang dikenal dalam perpajakan,
yaitu:
a.
Hubungan istimewa untuk
perseorangan
b.
Hubungan istimewa untuk badan
Yang dimaksud dengan
hubungan istimewa untuk perseorangan ialah hubungan keluarga sedarah dan
semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat atau keluarga sedarang dalam
garis keturunan lurus kesamping satu derajat. Skema berikut memperlihatkan
hubungan istimewa untuk pribadi.
Hubungan istimewa
untuk badan adalah hubungan antara dua atau lebih Wajib Pajak yang berada
dibawah pemilikan atau penguasaan yang sama, baik langsung maupun tidak
langsung. Yang dimaksuda dengan hubungan istimewa dalam arti penguasaan adalah
apabila Wajib Pajak dapat mempengaruhi jalannya Wajib Pajak tersebut, atau sebaliknya.
Dalam pasal 18 ayat (4) UU No. 18 ditegaskan bahwa “Hubungan istimewa di antara Wajib Pajak dapat terjadi karena
ketergantungan atau keterkaitan satu dengan yang lain disebabkan: (a)
kepemilikan atau penyertaan modal; (b) adanya penguasaan melalui manajemen atau
penggunaan teknologi”
Hubungan istimewa
antara Wajib Pajak dapat juga terjadi karena penguasaan melalui manajemen atau
penggunaan teknologi, kendatipun tidak terdapat hubungan kepemilikan. Hubungan
istimewa dianggap ada apabila satu atau lebih perusahaan berada dibawah
penguasaan yang sama. Demikian juga hubungan antara beberapa perusahaan yang
berada dalam penguasaan yang saa tersebut. Demikian menurut penjelasan Pasal 18
Ayat (4) Huruf b UU No. 10 Tahun 1994.
Nilai Piutang di
Neraca
Pengertian piutang neto yang harus
dicantumkan pada neraca fiscal dan komersial adalah tidak sama. Saldo piutang
neto pada neraca fiscal adalah saldo piutang dikurangi dengan piutang yang
benar-benar tidak dapat ditagih lagi, sedangkan saldo piutang neto pada neraca
komersial adalah saldo piutang minus piutang ragu-ragu (piutang yang ditaksir
tidak dapat tertagih). Jadi, metode penghapusan piutang yang diperkenankan
dalam pajak adalah metode langsung (direct write-off method), sedangkan dalam
akuntansi adalah metode pencadangan (allowance method).
Khusus piutang dalam hubungan
istimewa harus disajikan neto (dalam satu rekening) pada neraca fiscal. Agar
penyajiannya lebih jelas, piutang dalam hubungan istimewa yang timbul dari
penyerahan barang atau jasa dalam usaha normal harus disajikan dalam kelompok
ini.
Pada prinsipnya piutang neto dalam
neraca fiscal adalah saldo piutag dikurangi piutang yang diperkenankan oleh
ketentuan peraturan perpajakan untuk dihapus. Saldo piutang yang berada di sisi
kredit, harus disajika sebagai utang pada neraca fiscal. Metode penilaian
besarnya piutang tak tertagih dilakukan dengan analisis piutang atau aging.
Prinsip penilaiannya ialah semakin lama umur piutang semakin besar kemungkinan
tidak tertagih.
Ketentuan perpajakan tidak
emperbolehkan Wajib Pajak menghapus piutang tersebut dan mengurangkannya dari
penghasilan sebagai biaya. Penghapusan piutang dapat dibiayakan dalam
perpajakan hanya jika terbukti telah ada usaha penagihan tapi gagal, missal
yang bersangkutan telah meninggal, alamat tidak diketahui, atau bangkrut. Apabila debiturnya adalah pemegang saham
perusahaan yang bersangkutan, penghapusan piutang tersebut bukan factor
pengurang. Sebaliknya jumlah piutang yang telah dihapus itu merupakan deviden
yang wajib dipotong Pajak Penghasilan Pasal 23 atau Pasal 26. Penerimaan
piutang harus diakui sebagai penghasilan yang dikenakan PPh yaitu pada tahun
pajak bersangkutan.
Ketentuan perpajakan kita tidak
menentukan jenis pajak yang dapat dihapuskan dan belum mengatur prosedur penghapusan
piutang yang harus dilakukan oleh Wajib Pajak. Namun, Wajib Pajak diharuskan
memelihara catatan mengenai piutang yang benar-benar tak tertagih sehingga
tersedia informasi sebagai berikut:
a.
Nama dan alamat debitur
b.
Tanggal terjadinya piutang
c.
Jenis piutang
d.
Jumlah piutang yang dihapus
e.
Alasan penghapusan
f.
Upaya penagihan yang telah
dilakukan
Cadangan Piutang
Tak Tertagih
Sesuai dengan ketentuan peraturan
undang-undang perpajakan, usaha di bidang perbankan, usaha lembaga keuangan
bukan bank.
Dan lessor yang melakukan transaksi sewa guna usaha dengan hak opsi
diperkenankan membentuk cadangan piutang tak tertagih sehingga diperbolehkan
untuk dikurangkan sebagai biaya.
Besarnya cadangan piutang tak
tertagih yang dapay dikurangkan sebagai biaya diatur dalam Kep. Men.
No.80/KMK.40/1995 tanggal 6 Februari 1995 adalah sebagai berikut:
a.
Besarnya dana cadangan yang
boleh dikurangi sebagai biaya, baik oleh bank pemerintah maupun bank swasta
diizinkan membentuk cadangan piutang tak tertagih sebesar maksimum 3% dari
rata-rata saldo awal dan saldo akhir. Sebelumnya cadangan untuk bank pemerintah
diperkenankan sebesar 6%, dan kepada bank swasta sebesar 3%. Selain bank, usaha
lain yang diizinkan oleh fiskus untuk membentuk atau memupuk cadangan yang
boleh diperhitungkan sebagai biaya adalah usaha asuransi, sewa guna usaha
dengan hak opsi.
b.
Biaya yang boleh dibebankan
pada cadangan piutang tak tertagih adalah hanya jumalh kerugian dari oleh
piutang yang nyata-nyata tidak tertagih. Piutang tersebut dapat dibebankan
sebagai biaya sepanjang Wajib Pajak telah melakukan upaya-upaya penagihan yang
maksimal atau terakhir, yaitu Wajib Pajak menyerahkan penagihan piutang
tersebut kepada Badan Urusan Piutang dan lelalng Negara (BUPLN) atau telah
mendapat keputusan Pengadilan.
c.
Apabila cadangan penghapusan
piutang tak tertagih tidak atau tidak seluruhnya dipakai untuk menutup kerugian
sebagaimana dimaksud dalam butir b, diperhitungkan sebagai penghasilan,
sedangkan dalam hal cadangan tidak mencukupi, kekurangannya diperhitungkan pada
perkiraan rugi-laba.
Cadangan penghapusan piutang tak
tertagih dalam akuntansi perpajakan harus ditutup ke rekening rugi laba setiap
akhir tahun. Jadi, rekening cadangan tersebut tidak tampak dalam neraca fiscal,
sedangkan dineraca komersial cadangan piutang penghapusan tak tertagih selalu
dilihat. Dengan kata lain, cadangan piutang penghapusan tak tertagih tidak
ditutup dan saldonya kemungkinan bisa makin besar. Atas dasar uraian tersebut,
pada prinsipnya metode pencadangan tidak diperkenankan untuk keperluan fiscal.
Persediaan
Persediaan (inventories) adalah
harta perusahaan yang termasuk penting karena banyak dana tertanam di dalamnya.
Yang termasuk dalam persediaan adalah semua persediaan yang berada di
perusahaan dan yang berada di tempat pihak lain sebagai titipan. Barang yang
dikonsinyasikan termasuk barang dalam persediaan. Barang yang dijual secara
cicilan tidak lagi dimasukkan sebagai persediaan barang, karena hak
kepemilikannya telah berpindah.
Jenis persediaan
Pengadaan barang oleh usaha perdagangan
seperti pasar swalayan dan grosir, dimaksudkan untuk dijual kembali, sedangkan
pengadaan oleh usaha pabrik dimaksudkan untuk diolah sebelum dijual. Usaha
pabrik biasanya mempunyai tiga jenis persediaan, yaitu
a.
Bahan Baku dan Bahan Pelengkap
Bahan
baku (raw material) diperoleh langsung dari alam atau dari pihak ketiga. Contoh
bahan yang langsung dari alam ialah minyak bumi, hutan, dan laut. Biaya
perolehan bahan baku terdiri dari harga pembelian, ongkos angkut, biaya gudang,
dan biaya lain-lain yang berhubungan dengan penyimpanan sampai bahan tersebut
dipakai dalam produksi. Bahan baku masih dapat digolongkan ke dalam bahan baku
langsung dan bahan pembantu. Bahan baku langsung ialah bahan-bahan yang dapat
diidentifikasi langsung dalam produk. Misalnya, bahan kayu untuk pembuatan
lemari. Bahan baku pelengkap ialah bahan yang tidak dapat diidentifikasikan
dalam produk, seperti minyak pelumas dan kertas amplas. Bahan tersebut secara
fisik tidak terlihat dalam produk.
b.
Barang dalam pengolahan
Barang
dalam pengolahan (work in process) ialah barang yang masih dalam tahap
penyelesaian. Untuk menyelesaikan produk tersebut, perusahaan masih memerlukan
tambahan pekerjaan sehingga membutuhkan biaya tenaga dan biaya tidak langsung
lainnya.
c.
Barang Jadi
Barang
jadi (finished goods) ialah produk yang telah selesai diolah dan siap untuk
dijual. Semua biaya bahan baku, biaya tenaga, biaya tidak langsung telah
selesai dibebankan
Persediaan meliputi barang-barang
yang ada dalam perusahaan, dalam perjalanan maupun yang dititipkan pada pihak
lain. Barang-barang yang tidak dapat lagi dijual atau digunakan untuk produksi
tidak digolongkan ke dalam persediaan. Persediaan semacam ini dimasukkan
sebagai bagian aktiva lain-lain
Sistem Pencatatan
Persediaan
Dalam akuntansi dikenal dua system
pencatatan persediaan, yaitu Sistem periodik, dan sistem peperpetual. Dalam undang-undang perpajakan sistem
pencatatan persediaan tidak diatur secara jelas. Selama sistem dapat
menunjukkan kebenaran pencatatan maka ketentuan perpajakan dapat menerimanya.
Untuk menentukan apakah kedua sistem tersebut sesuai atau dapat digunakan dalam
perpajakan, berikut ini akan dibahas satu per satu.
1.
Sistem periodic
Dalam sistem periodic, persediaan dihitung
dengan melakukan inventarisasi pada setiap akhir periode. Hasil penghitungan
tersebut dapat dipakai untuk menghitung harga pokok penjualan, yang pada
gilirannya dipakai guna menyusun laporan keuangan. Dengan sistem periodik ini,
penghitungan persediaan dapat dilakukan dengan akurat dan benar. Cuma ada
kelemahannya, yaitu jika jumlah dan jenis persediaan banyak sekali maka cara
ini sangat mahal. Sistem ini cocok diterapkan pada perusahaan yang jenis dan
jumlah persediaannya tidak banyak.
Sistem ini tidak bertentangan dengan
ketentuan perpajakan, karena penilaian persediaan dalam sistem ini berdasarkan
perhitungan yang benar. Factor penaksiran atau perkiraan tidak terlihat dalam
penilaian persediaan akhir. Tetapi, cara ini tidak praktis dan ekonomis jika
jumlah jenis persediaan sangat banyak.
2.
Sistem perpetual
Sistem ini dapat menyajikan keterangan
mengenai persediaan dan harga pokok penjualan seacara terus menerus tanpa
inventarisasi. Hal ini dapat dilaksanakan karena setiap transaksi yang
berhubungan dengan persediaan selalu dicatat sedemikian rupa, sehingga rekening
persediaan senantiasa menyajikan saldo persediaan fisik. Dengan sistem
periodic, nilai persediaan hanya dapat diketahui jika inventarisasi fisik dilakukan. Sekalipun
dalam sistem perpetual tidak dipersyaratkan inventarisasi, namun perusahaan
sering pula melakukannya agar perhitungan harga pokok persediaan lebih akurat.
Sistem perpetual tidak menggunakan cara
penaksiran dalam menghitung nilai persediaan, bahkan inventarisasi masih
digunakan sebagai pelengkap maka sistem ini tidak bertentangan dengan ketentuan
perpajakan. Cara yang tidak sesuai dengan prinsip perpajakan ialah persediaan
dinilai berdasarkan penaksiran atau perkiraan.
Apabila contoh penilaian pemakaian persediaan yang diuraikan di
penjelasan pasal 10 ayat (6) UU No. 10 Tahun 1994 diperhatikan, sistem
pencatatan yang diperkenalkan disitu adalah sistem pencatatan perpetual. Atas
dasar pertimbangan itulah sehingga dalam pedoman penyusunan laporan keuangan
fiscal ditegaskan agar pencatatan sedapat mungkin dilakukan dengan sistem
perpetual. Tetapi, untuk hal-hal tertentu yang karena sifatnya mengalami
kesulitan untuk menggunakan sistem perpetual seperti pasar swalayan, sistem
lain dapat digunakan.
Akuntansi
Pajak Pada Persediaan
Berikut pencatatan
persediaan untuk kepentingan perpajakan:
·
Untuk tujuan PPN, pasal 1 bagian (e) UU
PPN 1984 menyatakan penyerahan barang kena pajak ke pedagang perantara dianggap
transaksi penyerahan penjualan. Barang konsinyasi tidak termasuk persediaan
consignor.
·
Akuntansi persediaan berkaitan
dengan sistem pencatatan dan penilaian. Untuk tujuan perpajakan, pasal 10 ayat
(6) UU PPh menganut Metode FIFO & Harga Pokok Rata-rata.
Nilai Persediaan
di Neraca
Nilai
persediaan di neraca menurut akuntansi dan perpajakan ditentukan oleh jumlah
volume dan harga per satuan. Penilaian persediaan dipengaruhi oleh dua factor,
yaitu biaya dan metode penilaian arus masuk dan keluarnya barang.
Pada umumnya nilai persediaan
dinyatakan dalam neraca sebesar harga pokok atau harga perolehannya. Yang
termasuk dalam harga perolehan ini ialah seluruh biaya yang secara langsung
atau tidak langsung terjadi, misalnya, ongkos angkut, asuransi, dan lain-lain.
Penilaian persediaan dalam akuntansi bisa menyimpang dari penilaian atas dasar
harga pokok atau nilai perolehan. Penyimpangan dapat dilakukan hanya jika ada
kemungkinan manfaat barang tidak lagi sepadan dengan harga pokok/ perolehan.
Penilaian boleh dilakukan sesuai dengan konsep konservatisme. Penurunan manfaat
terjadi misalnya, karena kerusakan fisik, susut, perubahan tingkat harga atau
sebab-sebab lain.
Nilai
Persediaan dalam Perhitungan Rugi-Laba
Cara
penyusunan laporan perhitungan rugi-laba dalam perpajakan sama saja dengan cara
penyusunan menurut akutansi. Jadi mula-mula persediaan awal ditambah dengan
pembelian untuk menghasilkan barang yang tersedia untuk dijual. Kemudian nilai
tersebut dikurangi persediaan akhir.
Metode
Penilaian Persediaan
Arus
(flows) atau pergerakan harta yang cukup penting dalam suatu kegiatan
perusahaan ialah arus masuk dan keluar barang. Dalam rangka analisis,
pengendalian, dan penilaian persediaan, arus masuk dan keluar harus dinilai
dengan cara yang sama.
Namun
pada kenyataan pada nilai barang yang masuk dan keluar sering berbeda fluktuasi
harga. Akibatnya timbul persoalan penilaian persediaan didalam harga pokok
penjualan. Masalah ini sama-sama dihadapi dalam akuntansi dan perpajakan. Dalam
akuntansi terdapat tiga metode penilaian persediaan yang pemakaiannya
diserahkan kepada manajemen, sedangkan di perpajakan hanya ada dua metode yang
pemakainnya pun diserahkan kepada Wajib pajak.
·
First-In, First-Out (Fi-Fo) : Barang
yang masuk lebih dahulu akan dikelurakan terlebih dahulu.
·
Last-In, First-Out (Li-Fo) : Barang yang
terakhir masuk akan keluar terlebih dahulu.
·
Average : Metode rata-rata dengan
menghitung saldo persediaan akhir dan harga pokok penjualan dengan harga
rata-rata per-unit dari persediaan yang tersedia untuk dijual.
Perbandingan
Hasil Perhitungan Metode Penilaian Persediaan
UU
tentang pajak telah mengatur, bahwa penilaian persediaan barang hanya boleh
menggunakan perolehan, sedangkan penilaian pemakaian persediaan untuk
perhitungan harga pokok penjualan hanya boleh dilakukan dengan cara rata-rata
ataupun mendahulukan persediaan yang didapat pertama (Fi-Fo).
Teknik
Menghitung Nilai Persediaan Akhir
a.
Metode Laba Bruto
Metode ini biasa digunakan apabila
inventarisasi fisik tidak mungkin dilakukan dan pencatatan perpetual tidak
dilaksanakan. Asumsi yang dipakai adalah adanya presentase keuntungan yang
stabil dari waktu ke waktu.
b.
Metode Harga Eceran
Metode ini sering diapakai oleh
pengecer seperti swalayan dan toserba untuk menaksir nilai persediaan guna
penyusunan laporan perhitungan laba-rugi atau menentukan apakah terjadi
kekurangan persediaan.
Anggapan yang diapakai dalam metode ini
adalah perbandingan (rasio) biaya terhadap harga eceran persediaan akhir sama
dengan perbandingan biaya terhadap harga eceran yang dijual selama satu
periode.
Konstruksi
Jangka Panjang
Kontrak
pembangunan (konstruksi) jangka panjang menimbulkan persoalan terutama mengenai
persediaan dan pengakuan penghasilan. Untuk memecahkan masalah ini, ada dua
metode yang digunakan untuk menghitung nilai persediaan dan penghasilan :
1.
Metode Kontrak Selesai
Dalam metode ini, penghasilan dihitung
hanya pada saat pekerjaan kontraktor selesai. Pada saat proyek sedang
dikerjakan, belum ada penghasilan yang dapat dicatat, sekalipun kontraktor
telah menerima pembayaran secara berkala. Kelemahan metode ini ialah adanya
distorsi perhitungan laba.
2.
Metode Presentase Penyelesaian
Kontrak
Penghasilannya diakui secara
proporsional, yaitu sesuai dengan tingkat penyelesaian proyek. Ada dua cara
yang dapat dipakai untuk menghitung penghasilan dengan metode ini, yaitu rasio
biaya yang terhadap taksiran seluruh biaya penyelesaian kontrak dan tingkat
penyelesaian proyek berdasarkan perhitungan teknis.
Metode kontrak
selesai tidak dianjurkan oleh akuntansi dalam perhitungan alaba usaha
konstruksi, karena tidak sesuai dengan prinsip akuntansi. Alasan penolakan ini
adalah karena sifatnya yang mendistorsi perhitungan laba perusahaan. Atas dasar
pertimbangan itu pula, ketentuan undang-undang perpajakan tidak memperbolehkan
penggunanya dalam perhitunagan Penghasilan Kena Pajak perusahaan konstruksi.
Untuk menghitung
penghasilan neto usaha kontraktor, laba bruto yang didapat dikurangi dengan
biaya-biaya. Biaya, menurut Pasal 6 UU No.7 tahun 1983 jo. UU No.10 Tahun 1994
antara lain terdiri dari biaya umum dan adminstrasi selain biaya langsung atau
konstruksi yang telah dibebankan.
Biaya Dibayar Dimuka
Merupakan biaya yang telah terjadi
yang akan digunakan untuk aktivitas perusahaan yang akan datang.
·
Untuk tujuan perpajakan, pasal
11 ayat (10) UU PPh 1984 menyebutkan biaya yang mempunyai masa manfaat > 1
tahun diamortisasi dengan tarif yang berlaku untuk aktiva golongan 1 (50%),
golongan 2 (25%), golongan 3 (10%) atau metode satuan produksi.
Namun
sejak berlaku UU No. 10 tahun 94 biaya tidak dibebankan melalui amortisasi lagi
melainkan dialokasi menurut masa manfaatnya.
0 komentar:
Posting Komentar