1.
Governance System
Sistem pemerintahan adalah sistem yang dimiliki suatu
negara dalam mengatur pemerintahannya. Istilah sistem pemerintahan
adalah kombinasi dari dua kata, yaitu: “sistem” dan “pemerintah”. Berarti
sistem secara keseluruhan yang terdiri dari beberapa bagian yang memiliki hubungan
fungsional antara bagian – bagian dan hubungan fungsional dari keseluruhan,
sehingga hubungan ini menciptakan ketergantungan antara bagian – bagian yang
terjadi jika satu bagian tidak bekerja dengan baik akan mempengaruhi
keseluruhan. Dan pemerintahan dalam arti luas memiliki pemahaman bahwa segala
sesuatu yang dilakukan dalam menjalankan kesejahteraan negara dan kepentingan
negara itu sendiri. Dari pengertian itu, secara harfiah berarti sistem
pemerintahan sebagai bentuk hubungan antar lembaga negara dalam melaksanakan
kekuasaan negara untuk kepentingan negara itu sendiri dalam rangka mewujudkan
kesejahteraan rakyatnya. Menurut Moh. Mahfud MD, adalah pemerintah negara
bagian sistem dan mekanisme kerja koordinasi atau hubungan antara tiga cabang
kekuasaan yang legislatif, eksekutif dan yudikatif (Moh. Mahfud MD, 2001: 74).
Dengan demikian, dapat disimpulkan sistem adalah sistem pemerintahan negara dan
administrasi hubungan antara lembaga negara dalam rangka administrasi negara.
Sesuai dengan kondisi negara masing – masing, sistem ini dibedakan menjadi :
a.
Pemerintahan
b.
Presidensial
c.
Parlementer
d.
Komunis
e.
Demokrasi
liberal
f.
Liberal
g.
Kapital
h.
Referendum
Sistem pemerintahan mempunyai sistem dan tujuan untuk
menjaga suatu kestabilan negara itu. Namun di beberapa negara sering terjadi
tindakan separatisme karena sistem pemerintahan yang dianggap memberatkan
rakyat ataupun merugikan rakyat. Sistem pemerintahan mempunyai fondasi yang
kuat dimana tidak bisa diubah dan menjadi statis. Jika suatu pemerintahan
mempunya sistem pemerintahan yang statis, absolut maka hal itu akan berlangsung
selama – lamanya hingga adanya desakan kaum minoritas untuk memprotes hal tersebut.
Secara luas berarti sistem pemerintahan itu menjaga
kestabilan masyarakat, menjaga tingkah laku kaum mayoritas maupun minoritas,
menjaga fondasi pemerintahan, menjaga kekuatan politik, pertahanan, ekonomi,
keamanan sehingga menjadi sistem pemerintahan yang kontinu dan demokrasi dimana
seharusnya masyarakat bisa ikut turut andil dalam pembangunan sistem
pemerintahan tersebut. Hingga saat ini hanya sedikit negara yang bisa
mempraktikkan sistem pemerintahan itu secara menyeluruh.
Secara sempit, sistem pemerintahan hanya sebagai sarana kelompok untuk menjalankan roda pemerintahan guna menjaga kestabilan negara dalam waktu relatif lama dan mencegah adanya perilaku reaksioner maupun radikal dari rakyatnya itu sendiri.
Secara sempit, sistem pemerintahan hanya sebagai sarana kelompok untuk menjalankan roda pemerintahan guna menjaga kestabilan negara dalam waktu relatif lama dan mencegah adanya perilaku reaksioner maupun radikal dari rakyatnya itu sendiri.
Jenis Sistem Pemerintahan
Ada beberapa sistem pemerintahan diadopsi
oleh negara-negara di dunia, seperti sistem yang sering bersama oleh negara
demokrasi adalah sistem dari sistem presiden dan parlemen.
Dalam studi ilmu sains dan politik itu
sendiri mengakui keberadaan tiga sistem pemerintahan: Presiden, Parlemen, dan
referendum.
Sistem)
Presiden
Dalam
sistem presidensial secara umum dapat disimpulkan memiliki karakteristik
sebagai berikut :
1. Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan
(eksekutif).
2. Pemerintah tidak bertanggung jawab kepada
parlemen (DPR). Pemerintah dan parlemen memiliki status yang sama.
3. Eksekutif dan Legislatif sama-sama kuat.
4. Diangkat menteri dan bertanggung jawab kepada
Presiden.
5. Jabatan Presiden dan Wakil Presiden, seperti
5 tahun.
Sistem
Parlemen
Sementara
sistem parlementer prinsip-prinsip atau karakteristik adalah sebagai berikut:
1.
Kepala
negara tidak terletak sebagai kepala pemerintahan karena ia lebih merupakan
simbol nasional.
2.
Pemerintah
dilakukan oleh Kabinet yang dipimpin oleh perdana menteri.
3.
Posisi
eksekutif lebih lemah dari parlemen.
4.
Kabinet
bertanggung jawab kepada Parlemen, dan dapat dipaksakan melalui voting
parlemen.
Untuk mengatasi
kelemahan sistem parlementer yang tampak up mudah dan surut, Kabinet dapat
meminta Kepala Negara untuk membubarkan parlemen (DPR) dengan alasan yang
sangat kuat yang tidak dianggap mewakili parlemen.
Sistem
referendum
Dalam
sistem referendum badan eksekutif adalah bagian dari legislatif. Lembaga
eksekutif yang merupakan bagian dari badan legislatif adalah badan legislatif
pekerja.
Sistem
ini berarti bahwa badan legislatif untuk membentuk sebuah sub di dalamnya
sebagai tugas pemerintah. Pengendalian legislatif dalam sistem ini dilakukan
langsung oleh rakyat melalui lembaga referendum.
Legislator dalam sistem ditentukan langsung oleh rakyat
melalui dua mekanisme, yaitu:
1.
Obligatoir
referendum, yang menyetujui referendum untuk menentukan apakah atau tidak oleh
orang-orang tentang keabsahan peraturan atau hukum ke yang baru. Referendum ini
adalah referendum wajib.
2.
Fakultatif
referendum, referendum untuk menentukan apakah suatu peraturan atau hukum yang
ada untuk terus menerapkan tetap atau harus dicabut. Ini adalah referendum
Referundum tidak wajib.
3.
Dalam
prakteknya sistem ini sering digunakan oleh negara-negara adalah sistem
presidensial atau sistem parlementer. Seperti dengan Indonesia, yang telah
menerapkan dua sistem.
Sebelum perubahan 1945 mengadopsi sistem Usia presiden, tetapi
penerapannya tidak murni atau bisa mengatakan "kuasi-presiden".
Menginggat presiden adalah sebagai konsekuensi amanat Majelis bertanggung jawab
kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (parlemen), tetapi Setelah perubahan 1945
di Indonesia menganut pemerintahan murni presiden karena presiden tidak lagi
bertanggung jawab kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (parlemen).
2.
Budaya Etika
Pendapat
umum dalam bisnis bahwa perusahaan mencerminkan kepribadian pemimpinnya.
Hubungan antara CEO dengan perusahaan merupakan dasar budaya etika. Jika
perusahaan harus etis, maka manajemen puncak harus etis dalam semua tindakan
dan kata – katanya. Manajemen puncak memimpin dengan memberi contoh. Prilaku
ini adalah budaya etika. Bagaimana budaya etika diterapkan. Tugas manajemen
puncak adalah memastikan bahwa konsep etikanya menyebar di seluruh organisasi,
melalui semua tingkatan dan menyentuh semua pegawai. Hal tersebut dicapai melalui
metode tiga lapis yaitu :
a.
Menetapkan credo perusahaan
Merupakan
pernyataan ringkas mengenai nilai – nilai etis yang ditegakkan perusahaan, yang
diinformasikan kepada orang – orang dan organisasi – organisasi baik di dalam
maupun di luar perusahaan.
b.
Menetapkan program etika
Suatu
sistem yang terdiri dari berbagai aktivitas yang dirancang untuk mengarahkan
pegawai dalam melaksanakan lapis pertama. Misalnya pertemuan orientasi bagi
pegawai baru dan audit etika.
c.
Menetapkan kode etik perusahaan
Setiap
perusahaan memiliki kode etiknya masing-masing. Kadang-kadang kode etik
tersebut diadaptasi dari kode etik industri tertentu.
Corporate culture (budaya perusahaan) merupakan konsep
yang berkembang dari ilmu manajemen serta psikologi industri dan organisasi.
Bidang – bidang ilmu tersebut mencoba lebih dalam mengupas penggunaan konsep – konsep
budaya dalam ilmu manajemen dan organisasi dengan tujuan meningkatkan kinerja
organisasi, yang dalam hal ini, adalah organisasi yang berbentuk perusahaan.
Djokosantoso Moeljono mendefinisikan corporate culture
sebagai suatu sistem nilai yang diyakini oleh semua anggota organisasi dan yang
dipelajari, diterapkan, serta dikembangkan secara berkesinambungan, berfungsi
sebagai sistem perekat, dan dijadikan acuan berperilaku dalam organsisasi untuk
mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan.
Kalau dikaji secara lebih mendalam, menurut Martin
Hann, ada 10 (sepuluh) parameter budaya perusahaan yang baik :
a.
Pride of the
organization
b.
Orientation
towards (top) achievements
c.
Teamwork and
communication
d.
Supervision and
leadership
e.
Profit
orientation and cost awareness
f.
Employee
relationships
g.
Client and
consumer relations
h.
Honesty and
safety
i.
Education and
development
j.
Innovation
3.
Ethical Governance
( Etika
Pemerintahan ) adalah Ajaran untuk berperilaku yang baik dan benar sesuai
dengan nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan hakikat manusia. Dalam
Ethical Governance ( Etika Pemerintahan ) terdapat juga masalah kesusilaan dan
kesopanan ini dalam aparat, aparatur, struktur dan lembaganya. Kesusilaan
adalah peraturan hidup yang berasal dari suara hati manusia. Suara hati manusia
menentukan perbuatan mana yang baik dan mana yang buruk, tergantung pada
kepribadian atau jati diri masing-masing. Manusia berbuat baik atau berbuat
buruk karena bisikan suara hatinya (consience of man).
Kesusilaan
mendorong manusia untuk kebaikan akhlaknya, misalnya mencintai orang tua, guru,
pemimpin dan lain – lain, disamping itu kesusilaan melarang orang berbuat
kejahatan seperti mencuri, berbuat cabul dan lain – lain. Kesusilaan berasal
dari ethos dan esprit yang ada dalam hati nurani. Sanksi yang melanggar
kesusilaan adalah batin manusia itu sendiri, seperti penyesalan, keresahan dan
lain – lain. Saksi bagi mereka yang melanggar kesopanan adalah dari dalam diri
sendiri, bukan dipaksakan dari luar dan bersifat otonom.
Kesopanan adalah
peraturan hidup yang timbul karena ingin menyenangkan orang lain, pihak luar,
dalam pergaulan sehari – hari bermasyarakat, berpemerintahan dan lain – lain.
Kesopanan dasarnya
adalah kepantasan, kepatutan, kebiasaan, keperdulian, kesenonohan yang berlaku
dalam pergaulan (masyarakat, pemerintah, bangsa dan negara). Kesopanan disebut
pula sopan santun, tata krama, adat, costum, habit. Kalau kesusilaan ditujukan
kepada sikap batin (batiniah), maka kesopanan dititik beratkan kepada sikap
lahir (lahiriah) setiap subyek pelakunya, demi ketertiban dan kehidupan
masyarakat dalam pergaulan. Tujuan bukan pribadinya akan tetapi manusia sebagai
makhluk sosial (communal, community, society, group, govern dan lain – lain),
yaitu kehidupan masyarakat, pemerintah, berbangsa dan bernegara. Sanksi
terhadap pelanggaran kesopanan adalah mendapat celaan di tengah – tengah
masyarakat lingkungan, dimana ia berada, misalnya dikucilkan dalam pergaulan.
Sanksi dipaksakan oleh pihak luar (norma, kaedah yang ada dan hidup dalam masyarakat
). Sanksi kesopanan dipaksakan oleh pihak luar oleh karena itu bersifat
heretonom.
Khususnya dalam
masa krisis atau perubahan, prinsip pemerintahan dan fundamental etika-nya di
dalam masyarakat sering kali dipertanyakan dan kesenjangan antara ideal dan
kenyataan ditantang. Belum lagi, kita mengerti diskusi Etika Pemerintahan
sebagai diskursus berjalan dalam pengertian bersama tentang apa yang membuat
pemerintahan itu baik, dan langkah konkrit yang mana yang harus dilakukan dalam
rangka berangkat dari konsensus bersama ke pemerintahan praktis itu adalah
indikator demokrasi dan masyarakat multidimensi.
Gambaran Etika
1.
Gambaran
mengenai perusahaan, mencerminkan kepribadian para pimpinannya
2.
Budaya
etika adalah perilaku yang etis.
3.
Penerapan
budaya etika dilakukansecara top-down.
4.
Langkah-langkah
penerapan
5.
Penerapan
Budaya Etika Corporate Credo
Pernyataan
ringkas mengenai nilai-nilai yang dianut dan ditegakkan perusahaan.
6.
Komitmen
Internal
•
Perusahaan terhadap karyawan
• Karyawan
terhadap perusahaan
• Karyawan
terhadap karyawan lain.
7.
Komitmen
Eksternal :
•
Perusahaan terhadap pelanggan
•
Perusahaan terhadap pemegang saham
•
Perusahaan terhadap masyarakat
8.
Penerapan
Budaya Etika
9.
Program
Etika
Sistem
yang dirancang dan diimplementasikan untuk mengarahkan karyawan agar
melaksanakan corporate credo. Contoh : audit etika
10.
Kode
Etik Perusahaan
• Lebih
dari 90% perusahaan membuat kode etik yang khusus digunakan perusahaan tersebut
dalam melaksanakan aktivitasnya.
•
Contoh : IBM membuat IBM’s Business Conduct Guidelines (Panduan Perilaku Bisnis
IBM)
4. Mengembangkan
Struktur Etika Korporasi
Membangun
entitas korporasi dan menetapkan sasarannya. Pada saat itulah perlu prinsip – prinsip
moral etika ke dalam kegiatan bisnis secara keseluruhan diterapkan, baik dalam
entitas korporasi, menetapkan sasaran bisnis, membangun jaringan dengan para
pihak yang berkepentingan (stakeholders)
maupun dalam proses pengembangan diri para pelaku bisnis sendiri. Penerapan ini
diharapkan etika dapat menjadi “hati nurani” dalam proses bisnis sehingga
diperoleh suatu kegiatan bisnis yang beretika dan mempunyai hati, tidak hanya
sekadar mencari untung belaka, tetapi juga peduli terhadap lingkungan hidup,
masyarakat, dan para pihak yang berkepentingan (stakeholders).
Semangat untuk mewujudkan Good Corporate Governance
memang telah dimulai di Indonesia, baik di kalangan akademisi maupun praktisi
baik di sektor swasta maupun pemerintah. Berbagai perangkat pendukung
terbentuknya suatu organisasi yang memiliki tata kelola yang baik sudah di
stimulasi oleh Pemerintah melalui UU Perseroan, UU Perbankan, UU Pasar Modal, Standar
Akuntansi, Komite Pemantau Persaingan Usaha, Komite Corporate Governance, dan
sebagainya yang pada prinsipnya adalah membuat suatu aturan agar tujuan
perusahaan dapat dicapai melalui suatu mekanisme tata kelola secara baik oleh
jajaran dewan komisaris, dewan direksi dan tim manajemennya. Pembentukan
beberapa perangkat struktural perusahaan seperti komisaris independen, komite
audit, komite remunerasi, komite risiko, dan sekretaris perusahaan adalah
langkah yang tepat untuk meningkatkan efektivitas "Board Governance".
Dengan adanya kewajiban perusahaan untuk membentuk komite audit, maka dewan
komisaris dapat secara maksimal melakukan pengendalian dan pengarahan kepada
dewan direksi untuk bekerja sesuai dengan tujuan organisasi. Sementara itu, sekretaris
perusahaan merupakan struktur pembantu dewan direksi untuk menyikapi berbagai
tuntutan atau harapan dari berbagai pihak eksternal perusahaan seperti investor
agar supaya pencapaian tujuan perusahaan tidak terganggu baik dalam perspektif
waktu pencapaian tujuan ataupun kualitas target yang ingin dicapai. Meskipun
belum maksimal, Uji Kelayakan dan Kemampuan (fit and proper test) yang dilakukan oleh pemerintah untuk memilih
top pimpinan suatu perusahaan BUMN adalah bagian yang tak terpisahkan dari
kebutuhan untuk membangun "Board Governance" yang baik sehingga
implementasi Good Corporate Governance akan menjadi lebih mudah dan cepat.
5.
Kode Perilaku Korporasi (Corporate Code of Conduct)
Code of
Conduct adalah pedoman internal
perusahaan yang berisikan Sistem Nilai, Etika Bisnis, Etika Kerja, Komitmen,
serta penegakan terhadap peraturan – peraturan perusahaan bagi individu dalam
menjalankan bisnis, dan aktivitas lainnya serta berinteraksi dengan stakeholders.
Pengelolaan
perusahaan tidak dapat dilepaskan dari aturan – aturan main yang selalu harus
diterima dalam pergaulan sosial, baik aturan hukum maupun aturan moral atau
etika. Code of Conduct merupakan pedoman bagi seluruh pelaku bisnis PT.
Perkebunan dalam bersikap dan berperilaku untuk melaksanakan tugas sehari – hari
dalam berinteraksi dengan rekan sekerja, mitra usaha dan pihak – pihak lainnya
yang berkepentingan. Pembentukan citra yang baik terkait erat dengan perilaku
perusahaan dalam berinteraksi atau berhubungan dengan para stakeholder.
Perilaku perusahaan secara nyata tercermin pada perilaku pelaku bisnisnya.
Dalam mengatur perilaku inilah, perusahaan perlu menyatakan secara tertulis
nilai – nilai etika yang menjadi kebijakan dan standar perilaku yang diharapkan
atau bahkan diwajibkan bagi setiap pelaku bisnisnya. Pernyataan dan
pengkomunukasian nilai – nilai tersebut dituangkan dalam code of conduct.
6.
Evaluasi Terhadap Kode Perilaku Korporasi
Melakukan evaluasi tahap awal (Diagnostic Assessment) dan penyusunan pedoman – pedoman. Pedoman
Good Corporate Governance disusun dengan bimbingan dari Tim BPKP dan telah
diresmikan pada tanggal 30 Mei 2005.
7.
Good
Corporate Governance (GCG)
GCG
Mencuatnya skandal keuangan yang melibatkan perusahaan besar seperti
Enron, WorldCom, Tyco, Global Crossing dan yang terakhir AOL-Warner, menuntut
peningkatan kualitas Good Corporate Governance (GCG), Soegiharto (2005:38)
dalam Pratolo (2007:7). Istilah GCG secara luas telah dikenal dalam dunia
usaha. Berikut ini adalah beberapa pengertian GCG :
1) Menurut Hirata (2003) dalam Pratolo (2007:8),
pengertian “CG yaitu hubungan antara perusahaan dengan pihak-pihak terkait yang
terdiri atas pemegang saham, karyawan, kreditur, pesaing, pelanggan, dan
lain-lain. CG merupakan mekanisme pengecekan dan pemantauan perilaku manejemen
puncak”.
2)
Menurut Pratolo (2007:8), “GCG adalah suatu sistem yang ada pada suatu
organisasi yang memiliki tujuan untuk mencapai kinerja organisasi semaksimal
mungkin dengan cara-cara yang tidak merugikan stakeholder organisasi tersebut”.
3) Tanri Abeng dalam Tjager (2003:iii)
menyatakan bahwa “CG merupakan pilar utama fondasi korporasi untuk tumbuh dan
berkembang dalam era persaingan global, sekaligus sebagai prasyarat
berfungsinya corporate leadership yang efektif”.
4) Zaini dalam Tjager (2003:iv) menambahkan bahwa “CG
sebagai sebuah governance system diharapkan dapat menumbuhkan keyakinan
investor terhadap korporasi melalui mekanisme control and balance antar
berbagai organ dalam korporasi, terutama antara Dewan Komisiaris dan Dewan
Direksi”.
Secara
sederhananya, CG diartikan sebagai suatu sistem yang berfungsi untuk
mengarahkan dan mengendalikan organisasi.
8.
Prinsip-prinsip dan Manfaat GCG
Prinsip-prinsip GCG merupakan kaedah, norma ataupun
pedoman korporasi yang diperlukan dalam sistem pengelolaan BUMN yang sehat.
Berikut ini adalah prinsip-prinsip GCG yang dimaksudkan dalam Keputusan Menteri
BUMN Nomor: Kep-117/M-MBU/2002 tentang penerapan praktek GCG pada BUMN.
1. Transparansi
Keterbukaan
dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam
mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan. Contohnya
mengemukakan informasi target produksi yang akan dicapai dalam rencana kerja
dalam tahun mendatang, pencapaian laba.
2. Kemandirian
Suatu
keadaan di mana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan
kepentingan dan pengaruh/ tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang
sehat. Misalnya pada perusahaan ini sedang membangun pabrik, tetapi limbahnya
tidak bertentangan dengan UU lingkungan yg dapat merugikan piha lain.
3. Akuntabilitas
Kejelasan
fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan
perusahaan terlaksana secara efektif. Misalnya seluruh pelaku bisnis baik
individu maupun kelompok tidak boleh bekerja asal jadi, setengah-setengah atau
asal cukup saja, tetapi harus selalu berupaya menyelesaikan tugas dan
kewajibannya dengan hasil yang bermutu tinggi.
4. Pertanggungjawaban
Kesesuaian
di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Contohnya dalam hal ini
Komisaris, Direksi, dan jajaran manajemennya dalam menjalankan kegiatan operasi
perusahaan harus sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan.
5. Kewajaran
(fairness)
Keadilan
dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan
perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Misalnya
memperlakukan rekanan sebagai mitra, memberi perlakuan yang sama terhadap semua
rekanan, memberikan pelayanan yang terbaik bagi pelanggan/pembeli, dan
sebagainya.
Kode Perilaku Korporasi dan Evaluasi Terhadap Kode
Perilaku Korporasi (Corporate Code Of Conduct)
Code of
Conduct adalah pedoman internal perusahaan yang berisikan Sistem Nilai, Etika
Bisnis, Etika Kerja, Komitmen, serta penegakan terhadap peraturan-peraturan
perusahaan bagi individu dalam menjalankan bisnis, dan aktivitas lainnya serta
berinteraksi dengan stakeholders.
Dalam
mengimplementasikan Good Corporate Governance, diperlukan instrumen-instrumen
yang menunjang, yaitu sebagai berikut :
1.
Code of
Corporate Governance (Pedoman Tata Kelola Perusahaan), pedoman dalam interaksi
antar organ Perusahaan maupun stakeholder lainnya.
2.
Code of
Conduct (Pedoman Perilaku Etis), pedoman dalam menciptakan hubungan kerjasama
yang harmonis antara Perusahaan dengan Karyawannya.
3.
Board
Manual, Panduan bagi Komisaris dan Direksi yang mencakup Keanggotaan, Tugas,
Kewajiban, Wewenang serta Hak, Rapat Dewan, Hubungan Kerja antara Komisaris
dengan Direksi serta panduan Operasional Best Practice.
4.
Sistim
Manajemen Risiko, mencakup Prinsip-prinsip tentang Manajemen Risiko dan
Implementasinya.
5.
An
Auditing Committee Contract – arranges the Organization and Management of the
Auditing Committee along with its Scope of Work.
Piagam
Komite Audit, mengatur tentang Organisasi dan Tata Laksana Komite Audit serta
Ruang Lingkup Tugas.
9.
Pengertian Code of Conduct (Pedoman Perilaku) :
Pengelolaan perusahaan tidak dapat dilepaskan
dari aturan-aturan main yang selalu harus diterima dalam pergaulan sosial, baik
aturan hukum maupun aturan moral atau etika. Code of Conduct merupakan pedoman bagi seluruh pelaku bisnis PT.
Perkebunan dalam bersikap dan berperilaku untuk melaksanakan tugas sehari-hari
dalam berinteraksi dengan rekan sekerja, mitra usaha dan pihak-pihak lainnya
yang berkepentingan. Pembentukan citra yang baik terkait erat dengan perilaku
perusahaan dalam berinteraksi atau berhubungan dengan para stakeholder.
Perilaku perusahaan secara nyata tercermin pada perilaku pelaku bisnisnya.
Dalam mengatur perilaku inilah, perusahaan perlu menyatakan secara tertulis
nilai-nilai etika yang menjadi kebijakan dan standar perilaku yang diharapkan
atau bahkan diwajibkan bagi setiap pelaku bisnisnya. Pernyataan dan
pengkomunukasian nilai-nilai tersebut dituangkan dalam code of conduct.
Sumber
:
0 komentar:
Posting Komentar